REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Selalu saja ada yang unik jika kita menggali khazanah intelektual Muslim Abad Pertengahan. Salah satu karya tersebut adalah Kasidah Munfarijah. Kasidah ini merupakan gubahan seorang sufi bernama ibn Nahwi yang wafat pada 1119 Masehi.
Kasidah ini merupakan karya sastra Arab yang fenomenal, begitu lembut, kaya mutu, dan sarat kreativitas. Di dalamnya tersebar mutu manikam dan petuah bijak lestari.
Di Indonesia, kitab ini pun populer di sejumlah pesantren. Kasidah ini merupakan salah satu amalan rutin yang sering dibacakan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo Situbondo. Santri Sukorejo biasanya melantunkan kasidah ini setiap bakda Subuh dan santri kerap menyebutnya “Istaddiyan”.
Oleh salah satu santri Sukorejo, Abd Wahid, karya ini lalu diterjemahkan dengan judul Selama Datang “Gundah!: Anotasi Kasidah Munfarijah”.
Saat mengupas salah satu baitnya yang berbunyi: “Walau malam gelap, ia dipenuhi bintang-bintang. Dan akhirnya sang surya melumat habis petang. Hujan Rahmat berselubung awan mendung. Bila saatnya, turunlah air tak terbendung”, Wahid menjelaskan bait tersebut mengajarkan kepada umat Islam untuk selalu selalu berpikiran optimis dan bersabar. Umat harus menyadari bahwa selain memberikan gelap, mendung juga menjanjikan hujan. Hal ini digambarkan Wahid dalam kisah Sayyidah Aisyah yang diserang dengan fitnah perselingkuhan
Wahid menjelaskan, ketika kaum munafik dan kroni-kroninya menebarkan gosip bahwa Sayyidah Aisyah telah berbuat serong dengan Shafwa bin Ma’thal al-Silmy, Nabi Muhammad SAW dan Asiyah serta para sahabatnya pun tergoncang.
Meskipun mereka tidak percaya, gosip perselingkuhan tersebut cukup mengganggu. Mereka pun menunggu wahyu tapi yang ditunggu tak kunjung turun, empat puluh hari lamanya wahyu terhenti. Akhirnya turunlah rangkain ayat yang menyatakan kebohongan besar pada penebar gosip.
Namun, dalam firman-Nya, alih-alih menyebutnya sebagai keburukan, tapi Allah SWT menegaskan bahwa gosip itu sebagai kebaikan. Kebaikan apa bagi keluarga yang diserang fitnah perselingkuhan seperti itu?
Menurut Wahid, setidaknya ada tiga kebaikan yang bisa diambil. Pertama, yaitu buah kesabaran dari suatu ujian karena mengharap ridha Allah SWT, demikianlah orang-orang saleh menghadapi kezaliman. Kedua, gosip tersebut justru menyingkap tabir hati para penebar gosip.
Kalau saja mereka tidak menebarkannya, tentu kebencian itu akan tersimpan rapi selamanya. Sedangkan yang ketiga, yaitu turunnya 18 ayat yang secara khusus menjelaskan kesucian Aisyah dan persaksian Tuhan langsung bahwa penebar gosip adalah pembawa berita yang tercela dan terkutuk.
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu...” (QS An Nur ayat 11).
Jadi, kapan mendung menumpahkan air? Kapan mentari melumat habis gelap malam? kapan seseorang bisa terlepas lega dari cengkraman masalahnya? Sayangnya, tidak ada yang tahu kapan tepatnya. Namun, menurut Wahid, orang cerdas hanya bisa menjawab, “Sabar, serahkan, dan berprasangka baiklah kepada Allah SWT.”