Oleh : Nasir Djamil, Anggota Komisi Hukum DPR RI.
REPUBLIKA.CO.ID, Perang antara Rusia dan Ukraina telah mengguncang politik global dan pasar internasional sehingga krisis global ini membawa tantangan baru ke dalam hubungan internasional. Hal ini tentu akan menghasilkan dampak jangka panjang pada ekonomi di seluruh dunia. Invasi yang dilakukan oleh Rusia ke Ukraina menjadi peristiwa global yang memiliki implikasi besar terhadap seluruh Negara Invasi Ukraina oleh Rusia pada 24 Februari 2022 menandai kembalinya perang antar negara yang menjadi sesuatu yang belum pernah dialami Eropa sejak tahun 1945 sehingga perang antara Rusia dan Ukraina memiliki implikasi yang sangat serius bagi pasar global yang berpotensi menghasilkan dampak yang berjenjang pada ekonomi di seluruh dunia.
Rusia dan Ukraina merupakan aktor penting pada pasar minyak, gas, gandum, energi, makanan, dan pupuk global. Rusia adalah produsen dan pengekspor minyak terbesar ketiga di dunia, pengekspor gas bumi terbesar kedua, dan pengekspor batubara terbesar ketiga. Rusia juga merupakan pengekspor gandum terbesar di dunia dan pengekspor minyak bunga matahari terbesar kedua. Selain itu, Rusia juga mendominasi perdagangan pupuk global dan menjadi pengekspor pupuk terbesar.
Ukraina sama pentingnya dalam memenuhi pasar global seperti pengekspor minyak bunga matahari terbesar, pengekspor jagung terbesar keempat dan pengekspor gandum terbesar kelima. Sebagai pemasok utama logam dan mineral tentu dengan adanya perang Rusia dan Ukraina akan mengganggu pasokan mineral dan logam yang pasti akan mempengaruhi produksi di sejumlah sektor industri. Hal ini menyebabkan terdapat perubahan dalam harga atau ketersediaan makanan dan energi yang akan berdampak langsung pada masyarakat dan negara di seluruh dunia. Rusia dan Ukraina memiliki peranan yang penting bagi pasar energi, makanan, dan pupuk global sehingga sangat penting untuk mengantisipasi konflik yang muncul. Berdasarkan Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) pada awal 2022, Rusia dan Ukraina secara kolektif menyumbang lebih dari setengah perdagangan global minyak dan biji-bijian, sekitar seperempat dari semua yang diperdagangkan gandum dan barley, dan sekitar seperenam dari jagung yang diperdagangkan.
Invasi Rusia ke Ukraina tentu mengganggu ekonomi global yang berkepanjangan ditambah akibat dari pandemi COVID-19. Meskipun beberapa ekonomi negara telah bangkit kembali dengan cepat setelah COVID-19. Tetapi dalam perang Rusia dan Ukraina menyebabkan tekanan inflasi dan gangguan rantai pasokan yang besar salah satunya Indonesia. Dampak langsung dari perang seperti gangguan rantai pasokan global dan kenaikan harga energi dan pangan. Selain itu, harga bahan bakar telah meningkat di beberapa negara. Hal ini menjadikan dampak dari perang Rusia dan Ukraina memiliki pengaruh yang besar dari berbagai sektor sehingga menimbulkan restrukturisasi perekonomian global. Diketahui bahwa harga BBM nonsubsidi di beberapa negara Asia Tenggara telah meningkat seperti di Singapura telah meningkat sebesar Rp28.500/liter, Thailand Rp19.300/ liter, Indonesia Rp12.750/ liter, Laos Rp19.200/liter, Filipina Rp18.500/liter, Vietnam Rp16.800/ liter, Kamboja Rp16.500/liter, dan Myanmar Rp15.300/liter. Dampak dari perang Rusia dan Ukraina memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan harga komoditas.
Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi menemui Presiden Rusia Putin dan Presiden Ukrania Zelenskyy, info tersebut telah beredar di media sosial, baik cetak maupun konvensional dalam negeri. Mantan Walikota Solo itu bersama sang “first lady-nya” awalnya terbang ke Jerman untuk menghadiri acara KTT G7 yang mana kita di sini adalah sebagai partner country dari G7 tersebut, dan juga diundang untuk menghadiri KTT G7 ini sebagai ketua/presidensi G20. Setelah berkunjung ke German, misi Presiden Jokowi selanjutnya ialah mengajak Presiden Ukraina, Presiden Zelenskyy untuk membuka ruang dialog dalam rangka perdamaian, untuk membangun perdamaian, karena perang memang harus segera diakhiri, dan juga yang berkaitan dengan rantai pangan harus di pulihkan kembali. Dengan misi yang sama Presiden Jokowi mengajak Presiden Putin untuk membuka ruang dialog dan sesegera mungkin untuk melakukan penghentian gencatan senjata dan mengakhiri perang.
Kunjungan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi terhadap kedua negara ini merupakan kunjungan yang dilakukan dalam situasi yang tidak normal. Tetapi, sebagai Presiden G20, Presiden Jokowi memilih untuk mencoba berkontribusi, meleburkan kedua negara yang sedang berseteru. Kunjungan yg dilakukan oleh Presiden Jokowi tersebut sebagai bentuk kemanusiaan yang berkontribusi untuk menangani krisis pangan yang diakibatkan oleh perang dua Negara tersebut. Dampak perang itu dirasakan oleh semua negara terutama negara berkembang dan berpendapatan rendah, sehingga Presiden Jokowi pun berupaya menjembatani spirit perdamaian antar dua Negara yang bersiteru. Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina turut mempengaruhi Indonesia dari sisi neraca perdagangan. Akibat konflik tersebut, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Walau di tengah menurunnya surplus indonesia karena ukraina dan rusia, ketika melakukan kunjungan beberapa hari yang lalu ke rusia. Presiden Jokowi juga membahas isue pangan seusai bertemu dengan Presiden Putin.
Dampak perang tersebut dirasakan oleh semua negara terutama negara berkembang dan berpendapatan rendah, sehingga Presiden Jokowi berupaya menjembatani spirit perdamaian antar dua negara tersebut. Rusia menyatakan akan bertanggung jawab penuh karena mengganggu ekspor gandum Ukraina ke Indonesia, serta ke bagian lain dunia. Dan Rusia akan bertanggung jawab atas krisis pangan yang bisa terjadi kecuali pelabuhan Ukraina segera dibuka. Inilah yang dibahas secara detail oleh Presiden Volodymyr Zelenskyy dengan Presiden Joko Widodo,"
Menariknya Presiden Jokowi hadir menemui kedua Presiden Ukraina dan Rusia untuk menjembatani Komunikasi antar Ukraina dan Rusia, bahwa Presiden Jokowi mengklaim dirinya sebagai penyambung lidah Presiden Zelensky untuk menyampaikan Pesan ke Presiden Putin. Dalam konfrensi pers Presiden jokowi menyatakan bahwa kunjungannya bukan Kunjungan yang hanya penting bagi Indonesia tetapi juga penting bagi negara-negara berkembang untuk mencegah rakyat serta negara-negara berkembang yang berpenghasilan rendah jatuh ke jurang kemiskinan ekstrem dan kelaparan,” Kunjungan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi terhadap kedua negara ini merupakan kunjungan yang dilakukan dalam situasi yang tidak normal. Tetapi, sebagai Presiden G20, Presiden Jokowi memilih untuk mencoba berkontribusi, meleburkan kedua negara yang sedang berseteru ini. Kunjungan yg dilakukan oleh Presiden Jokowi tersebut sebagai bentuk kemanusiaan yang berupaya berkontribusi untuk menangani krisis pangan yang diakibatkan oleh perang 2 negara ini.
Namun, untuk menjadi pihak yang menjembatani komunikasi antara pihak-pihak yang bersiteru, tentu memiliki tantangan besar. Indonesia harus memahami karakter Presiden Rusia Vladimir Putin, kemudian perlu pula mengidentifikasi siapa tokoh Rusia yang berpengaruh untuk bisa meluluhkan presiden putin. Jikalau berhasil Jokowi pun akan jadi pemimpin Asia pertama yang akan melakukan kunjungan terhadap kedua negara tersebut.
Di balik sosok Jokowi yang lagi hangat akan mendamaikan dua Negara yang sedang berseteru itu, tuaian kritikan pun terlontar dari pakar politik Indonesia yaitu Roky Gerung, ia menilai kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia untuk membawa misi perdamaian, tidak akan dianggap oleh dunia Internasional. Ia juga menilai bahwa Jokowi tidak memiliki kemampuan diplomatik yang mumpuni. "Bagi publik internasional kemampuan diplomasi (Jokowi) rendah sekali," ujar Rocky Gerung dikutip dari YouTube Rocky Gerung Official. Rocky juga menyarankan Sebaiknya, Pak Jokowi cukup mengutus tokoh Indonesia yang mempunyai kemampuan diplomasi dan sudah dikenal oleh dunia internasional. "Kirim aja beberapa orang yang ketokohannya udah dikenal, Pak JK misalnya, atau Pak SBY yang punya pengalaman diplomatik,". Kemudian, Rocky membeberkan bahwa kehadiran Jokowi di Ukraina dan Rusia atas inisiatifnya sendiri untuk mencoba berkomunikasi kepada pimpinan kedua negara tersebut.
Juga terlepas dari kritikan Rocky Gerung bahwa, Presiden Jokowi di anggap mengklaim membawa isu perdamaian antara Ukraina dan Rusia. Notabenenya Presiden Ukraina tidak ada membahas persoalan perdamaian atau pun menyampaikan ke Presiden Jokowi sebuah pesan. Hal ini dibenarkan oleh Juru Bicara Kepresidenan Ukraina Serhii Nikiforov, Serhii Nikiforov mengatakan jika Zelensky punya pesan untuk Putin, ia akan menyampaikannya sendiri secara publik, tidak melalui perantara. Nikiforov mengatakan pertemuan Zelensky dan Jokowi beberapa hari lalu fokus membicarakan ancaman krisis pasokan pangan global seperti gandum dan pupuk. Gandum terbesar dari Ukraina, dan blokade pelabuhan Ukraina adalah fokus utama pembicaraan antara presiden Indonesia dan Ukraina di Kiev,".
Tindakan Presiden Jokowi harus kita apresiasi sebagai tindakan positif, yang mana berupaya untuk menyatukan Ukraina dan Rusia agar tidak bersiteru kembali. Kritikan pedas yang dilontarkan Rocky Gerung tersebut ibarat bentuk keputus-asaan tanpa tindakan. Sedangkan Presiden Jokowi membuat upaya agar pertikaian kedua Negara tersebut terhentikan, tentu tidak hanya sebatas komunikasi dan narasi yang dibangun oleh Presiden Jokowi, karena diharapkan upaya berkelanjutan dalam menengahi situasi sulit ini. Tentu Presiden Jokowi akan memanfaatkan posisi hubungan bilateral antar kedua Negara tersebut melalui amanat UUD NRI 1945 alinea ke I dan ke IV sebagai landasan yuridis.
Melihat kritikan Rocky Gerung dan juga klaim Jokowi sebagai jembatan Membangun perdamaian antara Rusia dan Ukraina menuai pro kontra di Negara sendiri, sehingga menimbulkan kebingungan terhadap masyarakat siapa sebenarnya yang tengah berperang? Ukraina dan Rusia atau Jokowi dan Rocky Gerung? Atau kemungkinan sebaliknya. Siapa yang lawan siapa?. Karena proses mendamaikan peperangan memerlukan jalan yang panjang tidak serta merta upaya yang dilakukan berhasil. Kalau hanya sebuah komunikasi membuahkan hasil, tentu sudah dilakukan PBB sejak February lalu tanpa harus melibatkan pemimpin Negara lain, turun tangan Presiden Jokowi sebagai penengah merupakan tahap awal yang tengah di ikhtiarkan.
Kehadiran Jokowi pun tidak seperti kunjungan para kepala negara lain yang hadir untuk menegaskan dukungan atau bantuan logistik dan senjata agar Ukraina bisa bertahan menghadapi gempuran Rusia, Jokowi datang untuk mengakhiri perang. Kekuatan lain Jokowi adalah representasinya atas negara yang netral dalam konflik ini. Pernyataan Jokowi pun ketika menemui kedua Presiden tersebut berbeda dengan pemimpin Negara lainnya yang menawarkan bantuan dan dukungan berupa senjata untuk peperangan tetap dilanjutkan, sedangkan Presiden Jokowi menyampaikan perdamaian bagi kedua Negara tersebut.