REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pejabat imigrasi Sri Lanka telah mencegah mantan Menteri Keuangan, Basil Rajapaksa, yang merupakan saudara laki-laki presiden, terbang ke luar negeri. Basil Rajapaksa diketahui memegang kewarganegaraan Amerika Serikat (AS).
Basil Rajapaksa mengundurkan diri sebagai menteri keuangan pada awal April, ketika protes melonjak. Sri Lanka mengalami kekurangan bahan bakar, makanan dan kebutuhan lainnya karena krisis ekonomi yang cukup parah.
Basil Rajapaksa mundur dari kursinya di parlemen pada Juni. Basil Rajapaksa adalah saudara laki-laki dari Presiden Gotabaya Rajapaksa.
Asosiasi Pejabat Imigrasi dan Emigrasi Sri Lanka pada Selasa (12/7/2022) mengatakan, anggotanya menolak untuk melayani Basil Rajapaksa di ruang tunggu keberangkatan VIP di bandara Kolombo.
“Kami menerima pemberitahuan kemarin (Senin) bahwa Basil Rajapaksa akan meninggalkan Sri Lanka. Tetapi karena kami telah memutuskan untuk menarik diri dari tugas mulai tengah malam, kami tidak melihatnya datang,” kata Presiden Asosiasi Pejabat Imigrasi dan Emigrasi Sri Lanka, KAS Kanugala, dilansir Aljazirah, Selasa.
Gambar Basil Rajapaksa di ruang tunggu dilaporkan oleh media lokal dan dibagikan secara luas di media sosial. Beberapa orang mengekspresikan kemarahan mereka atas usaha Basil Rajapaksa untuk meninggalkan negara itu.
"(Basil) Rajapaksa dilaporkan datang untuk check-in di area penumpang normal. Di sana, penumpang yang marah meneriakinya dan dia dilaporkan telah meninggalkan bandara. Yang bisa kami konfirmasi adalah dia tidak meninggalkan Sri Lanka secara resmi," kata Kanugala.
Basil Rajapaksa tidak dapat dihubungi memberikan komentar. Sementara seorang ajudan dekat Basil Rajapaksa menolak untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Seorang pejabat tinggi pemerintah yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan bahwa, Basil Rajapaksa masih berada di Sri Lanka.
Keluarga Rajapaksa, termasuk mantan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, telah mendominasi politik Sri Lanka selama bertahun-tahun. Sebagian besar warga Sri Lanka menyalahkan mereka atas keterpurukan ekonomi negara.
Ekonomi Sri Lanka yang bergantung pada pariwisata sangat terpukul oleh pandemi Covid-19. Rajapaksa menerapkan pemotongan pajak populis pada 2019 yang mempengaruhi keuangan pemerintah di tengah menyusutnya cadangan devisa.
Di tengah inflasi yang tinggi dan depresiasi mata uang, Sri Lanka tidak mampu membayar impor bahan bakar dan kebutuhan lainnya. Hal ini mengakibatkan protes anti-pemerintah yang meluas.
Kurangnya bahan bakar untuk pembangkit listrik juga mengakibatkan pemadaman listrik yang konstan. Pemerintah meminta pegawai negeri telah untuk bekerja dari rumah, sementara sekolah diliburkan.
Ribuan pengunjuk rasa menyerbu kediaman resmi presiden pada Sabtu (9/7/2022). Mereka menuntut agar presiden segera mengundurkan diri. Ketua Parlemen Sri Lanka, Mahinda Yapa Abeywardena, mengumumkan, Presiden Gotabaya Rajapaksa akan mengundurkan diri pada 13 Juli.