REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Dinas Pendidikan Kota Bandung akan kembali membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online untuk memenuhi kouta rombongan belajar di sekolah-sekolah yang dianggap sepi peminat. Ketua Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung, Edy Suparjoto mengatakan, sejumlah sekolah dasar (SD) di Kota Bandung memang masih minim pendaftar baru, seperti di Banjarsari, Merdeka, dan Putraco.
Menurut dia, faktor yang memengaruhi sepinya pendaftar, beragam mulai dari minimnya jumlah penduduk usia SD hingga pola pikir masyarakat terkait sekolah tertentu. Untuk menangani kejadian itu, Disdik Kota Bandung akan mengambil langkah dengan membuka kembali pendaftaran online bagi masyarakat.
"Ini memang sudah ada regulasinya di peraturan wali kota (perwal). Ketika sekolah belum terisi, biasanya secara sistem para peserta akan ditarik ke sekolah yang masih kosong berdasarkan jarak terdekat dari rumah ke sekolah," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga akan mempublikasikan daftar sekolah yang masih belum terpenuhi kuotanya. Meski begitu, Edy mengatakan langkah itu juga perlu dibicarakan dengan kepala sekolah dan dewan guru dari masing-masing sekolah.
"Karena di tahap I dan II masih ada beberapa sekolah yang belum memenuhi kuota, sehingga kami coba untuk pemetaan pada sistem. Jika anak itu sudah diterima di swasta, tidak akan kami tarik," jelasnya.
Sedangkan untuk tanggal pembukaan ulang, Edy akan mengoordinasikan terlebih dahulu dengan tim di aplikasi sistem. Dia mengatakan, rata-rata kuota peserta didik baru tiap sekolah seharusnya antara empat hingga rombongan belajar (rombel), dengan satu rombel berisi 28 siswa.
“Tapi sda sekolah yang hanya punya 2 dan 3 rombel. Malah ada yang 1 rombel. Padahal, rata-rata di Kota Bandung itu 4-5 rombel," katanya.
"Seperti di Banjarsari, Merdeka, Putraco, sekolahnya berada di kawasan bukan padat penduduk. Misalnya, Banjarsari itu masuk zona B. Sedangkan usia SD di zona B itu termasuk sedikit," ujar Edi.
Menurutnya, minimnya minat masyarakat untuk mendaftar ke sekolah-sekolah tersebut disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang salah. Masyarakat di sekitar SDN 206 Putraco misalnya, kata dia, yang telah membentuk stigma bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus.
"Padahal kita telah berusaha mengurangi kuota sekolah Pelita dan Karangpawulang agar masyarakat bisa mendaftar ke Putraco. Namun, stigma ini masih melekat pada masyarakat," ungkapnya.