Rabu 13 Jul 2022 14:44 WIB

Biaya Penurunan Emisi Karbon RI Capai Rp 3.500 Triliun

Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 29 persen.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Lingkungan bersih jadi salah satu dampak positif penurunan emisi karbon. (Ilustrasi)
Foto: Dok. Web
Lingkungan bersih jadi salah satu dampak positif penurunan emisi karbon. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) sebagai Special Mission Vehicles (SMV) di bawah koordinasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia terus mendorong pendanaan agenda keuangan berkelanjutan dalam negeri. Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani menyampaikan pendanaan keuangan berkelanjutan perlu inovatif untuk menjawab tantangan keterjangkauan dananya.

"Kita butuh Rp 3.500 triliun untuk menurunkan emisi, (padahal) APBN kita sekitar Rp 3.000 triliun, maka biayanya tentu sangat sangat sangat besar," kata dia dalam forum bisnis Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Road to G20 di Indonesia di Sofitel Nusa Dua Bali, Rabu (13/7/2022).

Baca Juga

Sri menegaskan APBN atau dana pemerintah saja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dana pengurangan emisi dalam negeri. Maka dari itu, perlu pendanaan inovatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pemerintah menggandeng berbagai stakeholder mulai dari lembaga dan instansi multinasional hingga filantropi untuk bersama mencari solusi.

Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 29 persen dengan upaya dan sumber daya sendiri. Komitmen meningkat hingga 41 persen dengan dukungan internasional. Sri menegaskan peningkatan pengurangan CO2 hanya dapat dicapai jika ada dukungan internasional, terutama dari negara maju, seperti yang tercermin dalam Perjanjian Paris.

Pengurangan emisi tersebut membutuhkan biaya dan upaya yang kompleks karena posisi Indonesia sebagai negara berkembang. Ia mencontohkan, 62 persen sumber daya listrik yang dihasilkan oleh PLN masih berasal dari batu bara. Sementara ekonomi masyarakat yang sedang berkembang juga membutuhkan konsumsi energi yang tinggi.

Mengurangi sumber energi dari bahan fosil tentu perlu biaya tinggi. Sri menyampaikan, PLN tidak mungkin meneruskan biaya pada pelanggan sehingga opsi subsidi menjadi satu-satunya jawaban. Dana untuk subsidi tersebut juga menjadi salah satu fokus pendanaan berkelanjutan selain investasi.

"Selagi Anda menikmati kenyamanan di ruangan ini, Anda juga sedang mencemari dunia," katanya.

Forum bisnis terkait keuangan berkelanjutan ini merupakan salah satu dari enam agenda prioritas di jalur keuangan finance track Presidensi G20 Indonesia 2022. Diharapkan melalui kegiatan ini dapat mendiseminasikan arah kebijakan, target, serta pengalaman dari para pakar terkait penerapan instrumen keuangan berkelanjutan.

Direktur Utama PT SMI, Edwin Syahruzad mengatakan SMI terus mengakselerasi program pembangunan nasional berkelanjutan di berbagai sektor melalui produk-produk keuangan berkelanjutan. SMI memobilisasi dukungan pembiayaan melalui fasilitas multilateral atau instrumen pasar modal seperti green bond, serta SDG Indonesia One (SIO) sebagai platform blended finance.

"Sudah terkumpul 500 juta dolar AS ini portofolio proyek EBT yang sudah dibiayai sama PT SMI selama ini, kalau dilihat dari sub sektornya ini variasi dari hidro, mini hidro, solar, solar PV, angin dan geotermal," katanya.

Secara total, platform ini telah berhasil memperoleh komitmen sebesar 3,3 miliar dolar AS dari para donor, filantropi, maupun lembaga keuangan bilateral atau multilateral. Selanjutnya ini disalurkan ke dalam proyek-proyek berwawasan lingkungan dan sektor energi terbarukan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement