REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Johan Budi Sapto Prabowo, menilai agar Revisi KUHP (RKUHP) perlu segera disahkan. Namun dirinya memandang masih perlu dibuka kembali ruang keterlibatan publik dalam pembahasan RKUHP tersebut.
“RKUHP perlu segera disahkan, tapi kalau menurut saya pribadi, dibutuhkan juga ruang untuk menerima masukan-masukan dari publik,” kata Johan Budi.
Johan mengatakan RKUHP sudah lama dilakukan pembahasan melalui mekanisme-mekanisme yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Politikus PDIP mengingatkan, Indonesia belum memiliki panduan hukum pidana murni buatan bangsa sendiri sebab KUHP yang digunakan saat ini adalah warisan Belanda.
“Pembahasan RKUHP ini sudah puluhan tahun dibahas, bahkan dari zamannya sebelum Presiden Jokowi. Jadi prosesnya panjang. Setelah puluhan tahun, setelah beberapa presiden, kita belum punya ‘handbook’ hukum pidana,” jelasnya.
“Kita nggak punya yang bener-bener murni punya kita. Maka penting sekali untuk segera disahkan. RKUHP urgent karena perjalanannya sudah panjang. Sudah dibahas bertahun-tahun, nggak selesai-selesai,” tuturnya.
Diketahui Pemerintah telah menyerahkan kembali draft RKUHP terbaru kepada DPR yang berisi penjelasan 14 poin krusial sebagai bagian dari penyempurnaan RKUHP. Johan Budi mengatakan, Komisi III DPR bersama Kementerian Hukum dan HAM akan membahas draft terbaru RKUHP dalam masa sidang DPR berikutnya, yakni pada bulan Agustus 2022.
“DPR dan Pemerintah tidak boleh menutup ruang untuk menerima masukan terkini dari kelompok-kelompok masyarakat, termasuk pakar-pakar hukum,” tutur Legislator dari Dapil Jawa Timur VII itu.
Namun, menurut Johan Budi, ruang diskusi bersama elemen masyarakat harus dibatasi agar tidak melebar. Sebab pembahasan RKUHP sudah pada kesepakatan pembahasan tingkat I di DPR yang waktunya pun sudah cukup lama.
“Masukannya cukup yang 14 poin itu saja. Kalau kita debat terus, nggak selesai-selesai jadi masukannya mengerucut di 14 isu krusial itu,” ujarnya.
Adapun 14 isu krusial yang dimaksud adalah pasal hukum yang hidup dalam masyarakat; pidana mati; penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden; menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib; dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin; contempt of court; unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih.
Kemudian juga pasal soal advokat yang curang; penodaan agama; penganiayaan hewan; alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan; penggelandangan; pengguguran kandungan; perzinaan, kohabitasi, dan pemerkosaan.
Johan Budi mengatakan, terdapat masukan dari Pemerintah dalam 14 isu krusial dalam draf RKUHP terbaru. Salah satunya penghapusan sejumlah pasal berdasarkan pertimbangan dari hasil diskusi publik.
“Pemerintah mengusulkan ada 2 pasal yang dihapus dari 14 isu krusial itu. Mengenai pemidanaan Dokter atau Dokter Gigi ilegal dan soal pasal Advokat curang. Nanti akan kita bahas,” ungkapnya.
Johan Budi pun berharap Pemerintah melalui Kemenkumham terus melakukan sosialisasi mengenai substansi dari 14 isu krusial RKUHP. Apalagi sejumlah pasal masih menjadi sorotan publik.
“Edukasi kepada masyarakat lewat sosialisasi, khususnya terhadap 14 isu krusial RKUHP, harus semakin digiatkan agar publik dapat memahami substansinya secara lebih menyeluruh,” katanya.