REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemerintah Israel dilaporkan telah memperingatkan kelompok Hamas agar tidak melakukan provokasi atau memantik eskalasi kekerasan selama kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden ke negara tersebut. Tel Aviv mengancam bahwa tindakan semacam itu akan menimbulkan respons dan konsekuensi besar.
Surat kabar yang terafiliasi dengan Hizbullah, Al Akhbar, dalam laporannya mengungkapkan, Israel menyampaikan peringatan kepada Hamas lewat mediator, yakni Mesir dan Qatar. Israel menegaskan, mereka bakal merespons dengan keras jika Hamas berani melakukan provokasi atau memicu eskalasi.
Hamas telah merespons peringatan itu dengan enteng. “Tindakan yang diambil atas nama perlawanan rakyat Palestina sesuai dengan kepentingan Palestina dan tidak ada hubungannya dengan kunjungan individu ke wilayah tersebut,” kata Hamas, dikutip laman Times of Israel, Rabu (13/7/2022).
Biden dijadwalkan tiba di Israel pada Rabu. Saat bertemu Perdana Menteri Israel Yair Lapid, selain membicarakan kerja sama bilateral, Biden dilaporkan akan membahas sejumlah isu regional, antara lain terkait Iran, konflik Israel-Palestina, dan kabarnya soal upaya normalisasi hubungan diplomatik Israel dengan Arab Saudi.
Biden nantinya bakal turut berkunjung ke Tepi Barat dan menemui Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Setelah itu, dia akan melanjutkan perjalanannya ke Arab Saudi. Sebelumnya Yair Lapid mengungkapkan, Biden akan membawa pesan perdamaian dan harapan dari Israel saat berkunjung ke Saudi. “Dari Yerusalem, pesawat presiden (AS) akan terbang ke Arab Saudi, dan dia akan membawa pesan perdamaian dan harapan dari kami,” kata Lapid saat membuka rapat kabinet mingguan, Ahad (10/7/2022), dilaporkan Anadolu Agency.
Saat ini Israel sedang berusaha merangkul lebih banyak negara ke Abraham Accords. Pada September 2020, dua negara Arab, yakni Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, menyepakati pembentukan hubungan diplomatik dengan Israel. Hal itu tercapai berkat mediasi dan dukungan AS di bawah kepemimpinan mantan presiden Donald Trump. Kesepakatan normalisasi tersebut dikenal dengan nama Abraham Accords.
Selain UEA dan Bahrain, AS pun membantu Israel melakukan normalisasi diplomatik dengan Sudan serta Maroko. Washington menghapus Sudan dari daftar negara pendukung terorisme sebagai aksi timbal balik atas kesediaannya membuka hubungan resmi dengan Tel Aviv. Kemudian terkait Maroko, sebagai balasan, AS mengakui klaim negara tersebut atas wilayah Sahara Barat yang dipersengketakan.
Palestina mengecam kesepakatan damai yang dilakukan empat negara Muslim tersebut. Menurut Palestina, apa yang dilakukan keempat negara terkait merupakan “tikaman” bagi perjuangannya memperoleh kemerdekaan.