REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN--Kenaikan harga bahan pokok memberi dampak pada usaha warung makan di wilayah Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Sejumlah warung makan melakukan strategi beragam, mulai dari mengecilkan produk yang dijajakan hingga menaikkan harga makanan.
Yanti (20 tahun), pekerja di warung Nasi Pecel yang berlokasi di Jalan Benda Permai Raya, Pamulang, Tangsel mengatakan, harga bahan pokok yang naik cukup tinggi, terutama cabai, belakangan ini berpengaruh terhadap strategi penjualannya. Dengan adanya kenaikan cabai yang fantastis, warungnya melakukan pengurangan kuantitas produk.
"Harga masih tetap, tapi sendokannya (kuantitas per sendoknya) pada makanan yang berhubungan dengan cabai dikurangin," kata Yanti saat ditemui di warung makannya, Rabu (13/7/2022).
Dia mencontohkan, sambal kerang dengan harga Rp 5.000 yang biasanya tiga sendok makan menjadi dua sendok makan. Itu juga berlaku pada sambal jengkol, sambal udang balado, dan makanan lainnya yang menggunakan sambal. Sementara makanan yang tidak menggunakan sambal tidak mengalami pengurangan kuantitas.
Lalu, apabila pembeli atau pelanggan meminta sambal tambahan, harus membayar. Kebijakan itu berlaku bagi pembeli yang membeli secara take away, bukan makan di tempat atau dine in. "Kalau dibungkus (take away), misalnya minta nanti dikurangin, kalau nambah jadinya bayar, hitungannya tiga sendok harganya Rp 5.000," tuturnya.
Yanti menyebut kebijakan itu berlaku sejak Juni 2022 lalu saat harga cabai mulai melonjak hingga ke angka Rp 120 ribu per kilogram (kg). Selain sambal, dia menyebut dengan adanya kenaikan bahan pokok, seperti minyak goreng, bentuk atau kuantitas gorengannya menjadi diperkecil.
"(Harga bahan pokok) yang paling dikeluhkan memang cabai. Soalnya di sini kalau enggak ada sambal kayak kurang aja gitu. Pasti pada minta sambal. Keluhan lainnya paling minyak goreng, harga gorengan kami jual tetap tapi diperkecil," ungkapnya.
Sementara itu, warung makan lainnya melakukan strategi yang berbeda. Salah satu warung tegal (warteg) yang berlokasi di Jalan Rawa Buntu Utara, Serpong justru menaikkan harga produk, alih-alih mengurangi kuantitasnya.
Nur, pekerja di warteg tersebut mengatakan, harga makanan yang dijajakan dinaikkan seiring dengan harga bahan pokok yang terus melambung. Hal itu dilakukan sebagai strategi untuk dapat bertahan dalam usaha kuliner tersebut. "Harganya paling dinaikkan Rp 1.000, misalnya ikan yang tadinya Rp 7.000 jadi Rp 8.000, ayam dari Rp 8.000 jadi Rp 9.000, terus telur yang tadinya Rp 4.000 jadi Rp 5.000," kata Nur.
Nur menyebut, dengan kondisi kenaikan bahan pokok, belanja kebutuhan bahan makanan disebut tetap. Hal itu untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dengan layanan yang dilakukan selama 24 jam tersebut. "Belanja cabai biasanya 5 kg, ya tetap beli 5 kg belinya sampai sekarang karena kebutuhan masaknya memang segitu," kata dia.
Nur menyebut memang selalu ada risiko dalam berjualan di tengah kondisi pergerakan harga pangan yang tak kunjung stabil. Dia berharap pemerintah dapat segera melakukan upaya untuk menstabilkan harga. "Harapannya biar stabil lagi jadi pembelian normal lagi," katanya.