Kamis 14 Jul 2022 05:20 WIB

Roy Citayam Tolak Beasiswa, Pakar: Daya Tarik Budaya Populer Sangat Memikat

Pakar menilai daya tarik budaya populer sangat memikat sehingga Roy menolak beasiswa.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Bilal Ramadhan
Remaja Citayam, Roy yang kerap nongkrong di Sudirman menolak tawaran beasiswa dari Menparekraf Sandiaga Uno.
Foto: Instagram Roy
Remaja Citayam, Roy yang kerap nongkrong di Sudirman menolak tawaran beasiswa dari Menparekraf Sandiaga Uno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosok remaja yang dikenal Roy “Citayam” kembali viral di media sosial setelah dia menolak beasiswa dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno. Dikabarkan alasan Roy menolak beasiswa tersebut ingin menjadi konten kreator. Menurut Roy, menjadi konten kreator lebih “menjanjikan” dibandingkan harus menempuh pendidikan.

Pengamat budaya dan komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menanggapi hal tersebut. Firman menjelaskan keputusan Roy dipengaruhi oleh budaya populer (pop culture).

Baca Juga

“Budaya populer tersebar lewat media sosial dan sangat cepat memengaruhi khayalak. Ciri dari budaya populer adalah perilaku, gaya hidup yang mudah diikuti, ditiru dan menghasilkan popularitas instan. Termasuk keuntungan ekonomi cepat,” kata Firman saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/7/2022).

Firman menyebut daya tarik budaya populer sangat memikat. Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari proses belajar di sekolah, akan memakan waktu lebih lama. Terlebih, belum tentu ada jaminan kerja yang sesuai dengan harapan mereka.

Namun, yang perlu disorot dalam hal ini adalah hasil yang diperoleh belum tentu akan berlangsung lama. Nantinya, akan ada mekanisme pasar ketika banyak remaja atau Gen Z yang berpikiran sama. Ini akan membuat persaingan ketat di pasar dari pemain-pemain lain.

“Nanti akan terasa bahwa pemandangan mereka untuk mendapatkan sesuatu dengan membuat konten atau menghayati budaya populer dengan cepat tidak selamanya seperti itu,” ujarnya.

Lebih lanjut Firman mengatakan nantinya juga akan muncul kesadaran atau pola pikir bahwa pendidikan lebih penting. “Saat mereka bersaing ketat akan terasa adanya seleksi alam. Tidak semua yang masuk ke sana akan berhasil. Memang dari pendidikan butuh waktu dan perjuangan lebih, tetapi hasilnya lebih berjangka panjang,” tambahnya.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
۞ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَاَنَّ لِلّٰهِ خُمُسَهٗ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ اِنْ كُنْتُمْ اٰمَنْتُمْ بِاللّٰهِ وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعٰنِۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil, (demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

(QS. Al-Anfal ayat 41)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement