Kamis 14 Jul 2022 07:48 WIB

Biden Bertekad Halangi Iran Miliki Senjata Nuklir

Biden sebut akan mengerahkan upaya terakhir untuk cegah Iran miliki senjata nuklir

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Dalam foto satelit ini dari Planet Labs PBC, situs nuklir Natanz Iran terlihat 14 Maret 2022. Badan pengawas atom PBB mengatakan Kamis, 14 April 2022, pihaknya memasang kamera pengintai untuk memantau bengkel sentrifugal baru di situs Natanz bawah tanah Iran setelah a permintaan dari Teheran, bahkan ketika upaya diplomatik untuk memulihkan kesepakatan nuklirnya yang compang-camping tampak terhenti.
Foto: Planet Labs PBC via AP
Dalam foto satelit ini dari Planet Labs PBC, situs nuklir Natanz Iran terlihat 14 Maret 2022. Badan pengawas atom PBB mengatakan Kamis, 14 April 2022, pihaknya memasang kamera pengintai untuk memantau bengkel sentrifugal baru di situs Natanz bawah tanah Iran setelah a permintaan dari Teheran, bahkan ketika upaya diplomatik untuk memulihkan kesepakatan nuklirnya yang compang-camping tampak terhenti.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan akan mengerahkan upaya terakhir untuk mencegah Iran memiliki senjata nuklir. Hal ini disampaikan ketika ia memulai kunjungannya ke Timur Tengah.

Dalam wawancara dengan stasiun televisi Israel, Channel 12 yang direkam sebelum ia meninggalkan Washington pada Selasa (12/7/2022) lalu, Biden mengatakan akan mempertahankan Garda Revolusi Iran di daftar Organisasi Teroris AS (FTO) meski langkah itu dapat merusak upaya mengaktifkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015.  

Baca Juga

Dalam kesempatan itu Biden ditanya pernyataan sebelumnya tentang ia akan mencegah Teheran memiliki senjata nuklir walaupun ia harus menggunakan kekuatan. "Bila itu jalan terakhir, ya," jawabnya.

Iran membantah ingin memiliki senjata nuklir. Teheran mengatakan program mereka untuk tujuan damai.

Pada tahun 2015 lalu Iran membuat kesepakatan dengan enam negara besar yang membatasi program nuklirnya sehingga mempersulit mereka memiliki senjata nuklir. Sebagai imbalannya sanksi-sanksi ekonominya dicabut.

Tapi pada tahun 2018 Mantan Presiden AS Donald Trump menarik Washington dari kesepakatan yang dikenal Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) itu. Kemudian ia memberlakukan kembali sanksi-sanksi berat pada Iran satu tahun kemudian Teheran mulai melanggar pembatasan nuklir.

Upaya untuk mengaktifkan kembali JCPOA kerap gagal, seorang pejabat pemerintah AS mengatakan kemungkinan kesepakatan itu kembali aktif semakin mengecil. Setelah perundingan tidak langsung antara AS dan Iran di Doha dua pekan yang lalu.

Pada bulan Maret lalu negosiator hampir mencapai kesepakatan tapi kembali gagal karena AS menolak tuntutan Teheran. Iran meminta Washington mengeluarkan Garda Revolusi dari daftar organisasi teroris. Menurut AS permintaan itu di luar cakupan JCPOA.  

Biden ditanya apakah ia berkomitmen mempertahankan Garda Revolusi Iran di FTO walaupun akan merusak kesepakatan JCPOA. "Ya," jawab Biden.

Garda Revolusi merupakan faksi politik paling berpengaruh di Irak. Mereka mengendalikan kerajaan bisnis dan pasukan bersenjata dan intelijen yang Washington tuduh menggelar operasi terorisme di seluruh dunia.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement