REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi pangan global saat ini sedang tidak baik-baik saja. Karena itu, perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya krisis pangan.Demikian sari pendapat yang mengemuka dalam FGD "Krisis Pangan Global Mengintai, Bagaimana Indonesia" yang digelar Divisi Humas Polri, di Jakarta, dalam keterangan persnya, Rabu (13/7/2022) siang.
Guru besar Pertanian Universitas Lampung Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc. optimistis, krisis pangan yang dikhawatirkan muncul menyusul perang Rusia - Ukraina dan pandemi Covid 19 tidak akan separah krisis serupa pada 2008.
"Secara produksi tidak begitu berpengaruh tetapi justru kita akan kesulitan CO2 yang membuat banyak tanaman tidak tumbuh," ungkap Bustanul.
Selain itu, lanjut Prof. Bustanul, yang tidak kalah penting adalah inflasi yang berlebihan di sektor pangan. "Ini nampaknya yang perlu diwaspadai kenaikan harga-harga pangan sehingga tidak terjangkau masyarakat," tutur Prof. Bustanul.
Sementara Kepala Litbang Kementan RI, Prof. Dr. Ir Fadjri Djufri, M.Si. yang diwakili Dr. Ir. Priatna Sasmita, M.Si., Kepala Pusat Penelitian Tanaman Pangan mengemukakan, krisis pangan mungkin terjadi karena supplay pangan turun, adanya peningkatan permintaan sehingga menjadikan pangan langka dan mahal.
Menghadapi kemungkinan tersebut srategi yang dilakukan pemerintah adalah melakukan peningkatan produksi pangan, pengembangan pangan substitusi impor, dan peningkatan nilai tambah dan daya saing ekspor.
Menurut Priatna, nilai ekspor pertanian mencapai Rp 390,16T (2019), Rp 451,77 T (2020), dan Rp 625,04T (2021). Adapun neraca 2020: 5,94 juta ton surprus awal, produksi beras 31,33 juta ton, konsumsi 29,37 juta ton, stok Bulog 511 ribu ton. Total surplus akhir 2020 7,39 juta ton.
Sedangkan target neraca 2021: surplus awal 7,39 juta ton, produksi beras 31,82 juta ton, konsumsi 29,58 juta ton. surplus akhir 9,63 juta ton.
"Produktivitas padi/gabah indonesia tahun 2018 5,19 juta ton GKG/HA (kedua terbesar dari 9 negara FAO). Hanya kalah dari Vietnam 5,82 juta ton/Ha)," ungkap Priatna.
Sedangkan Direktur Supplay Chain Perum Bulog Drs. Mukhamad Suyamto mengemukakan, Bulog menyiapkan stok pangan minimal 3 bulan di tiap-tiap provinsi. Hanya saja diakuinya stok dimaksud lebih banyak berbentuk beras.
"Ini sesuai penugasan kepada Bulog," kata Suyamto.
Pukul Semua Sektor
Kasatgas Pangan Brigjen Pol. Wisnu Hermawan Februanto mengemukakan, pandemi Covid 19 dan perang Rusia - Ukraina telah memukul sangat dalam seluruh sektor kehidupan.
Ia menyebutkan, dengan penduduk yang besar Indonesia menghadapi tantangan ketahanan pangan yang berat. Beda dengan Singapura dan Malaysia yang penduduknya sedikit.
Wisnu menyoroti kemampuan tehnologi dalam menjaga keamanan pangan di tanah air yang relatif berjangka pendek.
"Kita butuh tehnologi untuk menjaga ketahanan pangan yang lebih lama," tutur Wisnu.
Jika pangan tersedia dan terjangkau, Brigjen Wisnu optimistis akan mempersempit keinginan seseorang melakukan tindak pidana.
Untuk itu, Polri setiap hari memantau ketersediaan pangan di setiap daerah. "Polri akan melakukan penindakan jika ada kelangkaan yang terjadi karena pelanggaran pidana," tegas Wisnu.
Sebelumnya Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Prof. Dr. Dedi Prasasetyo, M.Hum., yang diwakili Karo PID Brigjen Pol. Hendra Suhartiyono, M.Si. dalam sambutannya mengatakan, FGD ini diselenggarakan dalam rangka penguatan internal guna pemantapan komunikasi publik menuju Polri yang presisi, serta sebagai bentuk perhatian atas dinamika yang berkembang dewasa ini.
FGD ini diharapkan dapat memberikan pemahaman akan strategi membangun ketahanan pangan nasional, dan menjelaskan peran Polri dalam pengendalian dan menjaga stabilitas pangan nasional.