REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Sembilan negara Uni Eropa mengatakan mereka akan terus bekerja dengan enam kelompok masyarakat sipil Palestina yang dituding Israel sebagai organisasi teroris tahun lalu. Mereka menolak tudingan Israel itu karena kurangnya bukti.
Sebelumnya, Israel menunjuk beberapa kelompok Palestina sebagai organisasi teroris dan menuduh mereka menyalurkan bantuan donor kepada militan. Tudingan yang sebenarnya banyak menuai kritik dari PBB dan pengawas hak asasi manusia.
Kelompok-kelompok itu termasuk organisasi hak asasi manusia Palestina Addameer dan Al-Haq, yang mendokumentasikan dugaan pelanggaran hak oleh Israel dan Otoritas Palestina yang didukung Barat di Tepi Barat yang diduduki Israel. Meskipun mereka menolak tuduhan tersebut.
Dilansir dari The New Arab, Selasa (12/7/2022), dalam pernyataan bersama, kementerian luar negeri Belgia, Denmark, Prancis, Jerman, Irlandia, Italia, Belanda, Spanyol, dan Swedia mengatakan mereka belum menerima informasi substansial dari Israel atas tuduhan tersebut.
"Jika bukti dibuat sebaliknya, kami akan bertindak sesuai. Dengan tidak adanya bukti seperti itu, kami akan melanjutkan kerja sama dan dukungan kuat kami untuk masyarakat sipil di OPT (wilayah Palestina yang diduduki)," kata mereka.
Adapun Kementerian luar negeri Israel tidak segera menjawab permintaan komentar atas penolakan negara-negara itu. Israel mengatakan tahun lalu enam kelompok yang dituduh memiliki hubungan dekat dengan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), yang ada dalam daftar hitam terorisme AS dan Uni Eropa.
Pakar hak asasi manusia PBB, termasuk Michael Lynk, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki, mengatakan beberapa penyandang dana telah menunda kontribusi mereka untuk LSM ini karena ingin menyelidiki klaim tersebut. Adapun organisasi-organisasi itu meminta masyarakat internasional untuk melanjutkan dukungan mereka.
"Masyarakat sipil yang bebas dan kuat sangat diperlukan untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi dan untuk solusi dua negara," kata sembilan negara Uni Eropa.