REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengritik pasal hukum adat (living law) dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurut AMAN, hukum adat menjadi mati ketika dimasukkan ke dalam hukum positif.
Sekjen AMAN , Rukka Sombolinggi mengatakan, hukum adat itu bentuknya selalu berkembang di tengah-tengah masyarakat seiring perkembangan zaman. Ketika hukum adat atau living law dimasukkan ke RKUHP, maka tidak bisa lagi disebut sebagai hukum adat.
"Namanya living law itu kalau dikodifikasi itu namanya bukan lagi living law. Dia dimatikan," kata Rukka kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/7/2022).
Karena itu, ia menilai sama sekali tidak benar hukum adat dimasukan di dalam RKUHP. Menurut Rukka, masuknya hukum adat dalam RKUHP adalah sebuah kemunduran. Sebab, hukum adat itu hanya perlu dihormati, diakui, dan dijamin eksistensinya.
"Itu lah yang kami usulkan dalam RUU Masyarakat Adat," ujarnya.
Untuk diketahui, Pasal 2 RKUHP mengatur tentang aturan hukum adat. Pada Pasal 2 ayat 1 berbunyi: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.