Ingat, Korban Kejahatan Seksual Butuh Pemulihan Trauma

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq

Ilustrasi Kekerasan seksual.
Ilustrasi Kekerasan seksual. | Foto: republika/mardiah

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) DIY, Sari Murti, mengapresiasi jajaran kepolisian yang mengungkap kasus-kasus kejahatan seksual, terutama menimpa anak. Ia menilai, ini jadi peringatan kejahatan seksual berbasis teknologi terus terjadi.

Terlebih, selama masa pandemi Covid-19, ketika anak-anak harus belajar secara daring. Pasalnya, hari ini anak-anak lebih familiar dengan gawai mereka, tapi mereka belum sepenuhnya memiliki kemampuan literasi digital yang baik.

Hal itu yang mengakibatkan mereka mudah menjadi korban kejahatan cyber. Sari mengingatkan, Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2045. Tapi, harus disadari itu bisa menjadi bencana demografi jika ini tidak mendapat perhatian.

Sari menekankan, masalah ini harus menjadi perhatian semua pemangku kepentingan. Mulai dari orang tua, yang pertama dan utama dalam perlindungan anak. Namun, ia mengingatkan, orang tua tidak bisa menjadi satu-satunya agen perlindungan anak.

"Perlindungan anak harus menjadi tanggung jawab masyarakat, pemerintah dan negara," kata Sari, Jumat (15/7).

Pelaku, lanjut Sari, sebenarnya merupakan bagian dari masyarakat dan memiliki tanggung jawab yang sama untuk memberikan perlindungan. Karenanya, ia mengajak saling mengingatkan agar kejahatan seksual kepada anak tidak terulang kembali.

"Bagi orang tua yang putra-putrinya menjadi korban, segera berkomunikasi dengan lembaga-lembaga yang dapat membantu memulihkan trauma anak-anak," ujar Sari.

Sari mengingatkan, trauma anak-anak pada masa kecil akan sangat mengganggu ketika anak-anak sudah dewasa. Akan ada banyak persoalan muncul ketika trauma anak tidak diselesaikan, apalagi trauma yang diakibatkan kekerasan seksual.

"Mari kita utamakan upaya-upaya pencegahan mulai dari keluarga dan masyarakat," katanya.

Sekretaris TP PKK DIY, Anggi Bambang menuturkan, beberapa tahun lalu kejahatan seksual kepada anak yang sempat tinggi sebenarnya sempat menurun lima tahun terakhir. Mirisnya, kasus kejahatan seksual anak kembali tinggi selama pandemi.

Untuk itu, ia mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan Polisi dalam rangka pemberantasan kejahatan seksual kepada anak di Indonesia. Anggi mengimbau semua elemen yang ada di tengah masyarakat agar mau menyapa dan mengarahkan anak-anak.

"Menjadikannya satu budaya yang ada di DIY dan diterapkan di setiap keluarga," ujar Anggi.

Dengan begitu, ia berharap, bila melihat ada sesuatu yang terjadi kepada anak-anak, semua bisa langsung menyapa dan mengarahkan mereka. Sehingga, mereka tahu apa saja tindakan yang harus dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan.

Selain itu, ia merasa, perlu dilakukan sosialisasi tentang situs-situs yang tidak boleh dibuka dan berbahaya bagi anak-anak. Menurut Anggi, semua elemen harus bersinergi karena ini tantangan yang terbilang sulit bagi orang tua.

"Karena tidak semua mengerti IT. Semoga ke depan kita bisa kerja sama dalam itu. Mari sama-sama bergandengan tangan agar tetap bisa menyapa dan mengarahkan anak-anak karena apa yang kita didik saat ini, itulah Yogyakarta 15 tahun ke depan," kata dia.

Terkait


LPSK Beri Bantuan Psikososial Korban Kekerasan Seksual di Jombang

LPSK Prioritaskan Pemulihan Korban Kekerasan Seksual di Ponpes Jombang

BKSPPI : Ponpes Hanya Mengajarkan Asas dengan Adab Bukan Tindakan Biadab

LPSK: Hentikan Intimidasi Korban Kekerasan Seksual 

LPSK: Hak Restitusi Korban Kekerasan Seksual di Yayasan SPI Batu Rp 60 Juta

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark