75 Persen Penggunaan Antibiotik Ada di Peternakan bukan Rumah Sakit
Rep: c01/ Red: Yusuf Assidiq
Campaign Manager World Animal Protection, Rully Prayoga ketika sedang memaparkan materi terkait dengan penggunaan antibiotik pada peternakan. | Foto: Fitriya Nurochimah
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – World Animal Protection (WAP) merupakan organisasi nirlaba yang berasal dari Inggris. Organisasi ini fokus pada isu kesejahteraan hewan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Salah satu yang menjadi perhatian bagi WAP adalah penggunaan antibiotik pada hewan ternak, seperti ayam dan bebek.
Campaign Manager World Animal Protection, Rully Prayoga mengatakan, isu kesejahteraan hewan menjadi sangat penting karena masih banyaknya penggunaan antibiotik pada hewan khususnya ternak.
“Menurut penelitian kami hampir 75 persen penggunaan antibiotik itu adanya di peternakan bukan rumah sakit. Hal ini karena peternak kita lebih suka atau memprioritaskan penggunaan obat-obatan ketika ayam atau hewan ternak lain itu sakit tanpa memperhatikan kaidah atau kriteria-kriteria kesejahteraan hewan,” ujar Rully dalam acara FGD terkait peningkatan kesejahteraan hewan ternak di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY.
Rully menjelaskan salah satu penyebab tingginya penggunaan antibiotik dalam dunia peternakan adalah karena adanya kandang yang ekstrem, seperti kandang ayam dengan sistem baterai. Sistem ini dapat membuat hewan ternak menjadi mudah stres dan rentan dengan penyakit.
Selain itu, adanya genetika ayam broiler yang ekstrem. Di mana ayam tersebut dapat dipanen dalam waktu 21 hari. Menurut Rully, meskipun hal tersebut bagus bagi bisnis tetapi tidak bagi kesejahteraan ayam ternak karena semakin sedikit masa panen maka ayam tersebut akan semakin rentan untuk sakit yang artinya akan semakin sering mengonsumsi obat-obatan.
“Seringkali kesejahteraan hewan itu dikesampingkan dibandingkan dari keuntungan-keuntungan yang didapat dari usaha itu. Padahal kalau kesejahteraan hewan itu dipastikan dengan baik tentunya keuntungan riil yang di dapat oleh peternak akan bisa maksimal dan hal itulah yang menjadi permasalahan saat ini,” jelasnya.
Menurut Rully, saat ini masih banyak ditemukan peternak yang ketika ternaknya sakit lebih memilih membeli obat-obatan daripada memperbaiki kondisi kandangnya.
Ia menjelaskan pada 2020, pihaknya bersama Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah melakukan riset terkait kontaminasi bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Hasilnya menunjukkan terdapat bakteri yang ditemukan pada jeroan ayam resisten terhadap beberapa antibiotik, seperti Meropenem, Sulfamethoxazole, Colistin, Ciprofloxacin, dan Chlorampenicol.