REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank of America (BAC.N) telah didenda sebesar 225 juta dolar AS oleh regulator perbankan AS atas apa yang mereka sebut penanganan gagal atas tunjangan pengangguran selama pandemi.
Kantor Pengawas Keuangan Mata Uang (OCC) dan Biro Perlindungan Keuangan Konsumen (CFPB) mengatakan, bank memiliki program deteksi penipuan yang salah, program itu sudah membekukan rekening kartu prabayar ribuan orang yang mencari tunjangan pengangguran pada 2020 dan 2021.
Selain denda, regulator memerintahkan bank agar membayar ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan. Diperkirakan CFPB, ganti rugi tersebut bakal berjumlah ratusan juta dolar lebih.
Ketika klaim pengangguran melonjak selama pandemi, CFPB mengatakan bank, yang mengelola kartu debit tunjangan pengangguran prabayar atas nama 12 negara bagian, menerapkan filter penipuan otomatis. Ini mengakibatkan ribuan pemegang kartu membekukan akun mereka secara tidak benar.
Masalah pun memburuk, regulator mengatakan bank mempersulit orang untuk mencairkan kartu mereka. Kekurangan staf pusat panggilan mereka dan mengharuskan orang menghabiskan berjam-jam menunggu guna mencoba dan mengatasi masalah ini.
“Wajib pajak mengandalkan bank untuk menyalurkan dana yang dibutuhkan kepada keluarga dan usaha kecil supaya menyelamatkan ekonomi dari kehancuran ketika pandemi melanda,” kata Direktur CFPB Rohit Chopra, seperti dilansir Reuters, Jumat (15/7). Ia menambahkan, Bank of America gagal memenuhi kewajiban hukumnya.
"Dan ketika itu kewalahan, alih-alih melangkah, itu malah mundur," ujar dia. Sementara, bank tidak mengakui atau menyangkal temuan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara bank mengatakan, negara bagian bertanggung jawab meninjau dan menyetujui aplikasi pengangguran, dan hukuman muncul. "Terlepas dari pengakuan pemerintah sendiri bahwa perluasan program pengangguran selama pandemi menciptakan aktivitas kriminal yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata bank.
Selain denda, bank sekarang menghadapi sepasang perintah persetujuan dari OCC dan CFPB, yang mengarahkan bank supaya merombak kebijakan dan mengatasi kekurangannya. Perintah persetujuan semacam itu dapat bertahan lama di bank selama bertahun-tahun, dan membuat perusahaan tunduk pada pengawasan peraturan yang lebih ketat saat bekerja demi membuktikan itu telah mengatasi masalah mendasar.
Sebagai bagian dari perintah, bank diarahkan membuat rencana perbaikan demi mengidentifikasi konsumen yang dirugikan. Sekaligus menentukan berapa banyak mereka harus dibayar kembali.