Sabtu 16 Jul 2022 03:09 WIB

Aktivis, Tokoh, dan Ulama Deklarasi Gerakan Nasional Anti Islamofobia

Kekuasaan di Indonesia saat ini dirasa membiarkan gerakan Islamofobia berkembang.

Pembacaan deklarasi Gerakan Nasional Anti Islamofobia (GNAI) di Aula Buya Hamka Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, Jumat (15/7/2022).
Foto: Istimewa
Pembacaan deklarasi Gerakan Nasional Anti Islamofobia (GNAI) di Aula Buya Hamka Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, Jumat (15/7/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah tokoh, ulama, dan aktivis lintas ormas Islam dan ratusan jamaah mengikuti gerakan melawan isu Islamofobia di dunia yang digambarkan media Barat sebagai kaum terororis dan radikalis. Deklarasi tersebut diberi nama Gerakan Nasional Anti Islamofobia (GNAI) yang dihelat di Aula Buya Hamka Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, Jumat (15/7/2022).

Inisiator dan pendiri GNAI terdapat sosok Wakil Ketua MUI Buya Anwar Abbas, Gus Aam (cucu pendiri Nahdlatul Ulama KH Wahab Hasbullah), Sekjen PP Syarikat Islam Ferry Juliantono, musisi Ahmad Dhani Prasetyo, Habib Mukhsin, Ustadz Umar Husein, Refly Harun, hingga Ustadz Alfian Tandjung.

Terlihat hadir pula Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif, Wakil Ketua Partai Ummat Buni Yani, Ketua Umum Partai Masyumi Reborn Ahmad Yani, Mustofa Nahrawardaya, Hatta Taliwang, Ariadi Ahmad, Rizal Fadilah, hingga deretan aktivis 98.

Sejumlah tokoh juga memberikan testimoni lewat video yang di tayangkan di lokasi acara. Antara lain Ustadz Abdul Somad dan Ketua Umum PP Syarikat Islam Prof Hamdan Zoelva. Deklarasi dan pernyataan sikap GNAI dibacakan oleh Presidium Ferry Juliantono.

Baca: Lini Masa Ramai Bahas Tender BRIN Terkait Renovasi Ruang Kerja Mewah Megawati

Ferry mengatakan, pascaera perang dingin, dunia Barat menghasilkan sumber ancaman dan bahaya dari komunisme ke Islam yang termanifestasi dalam bentuk radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme. Kondisi itu mengakibatkan munculnya stigma terhadap ajaran Islam sebagai ajaran yang berbahaya dan menakutkan atau dikenal sebagai Islamofobia.

Sejarah menunjukkan, sambung dia, stigma itu akhirnya menimbulkan kebencian kepada Islam sangat dalam di berbagai belahan dunia. Perbedaan teologis yang diperburuk oleh perbedaan politik, ekonomi, dan budaya seringkali menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antarnegara.

Namun, setelah puluhan tahun berlangsung tanpa bukti-bukti ilmiah, akhirnya muncul kesadaran baru bahwa sumber ancaman dunia berasal dari ajaran Islam tidaklah benar. "Kesadaran baru itu kini telah termanifestasikan dalam bentuk pencanangan hari Anti Islamofobia se-Dunia pada tanggal 15 Maret 2022 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diikuti oleh berbagai negara, khususnya negara Barat," kata Ferry di Jakarta.

Menurut Ferry, kekuasaan di Indonesia saat ini dirasa masih membiarkan gerakan Islamofobia berkembang. Karena itu, dpihaknya mendeklarasikan berdirinya GNAI dengan penuh harapan semoga Allah SWT meridhai deklarasi yang dihadiri banyak tokoh nasional tersebut.

Ferry pun mengajak hadirin mengobarkan semangat pembukaan UUD 1945 yang tertanam dalam jiwa. Dia menegaskan, GNAI pada akhirnya dimaksudkan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan.

"Perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui pengokohan kembali persatuan Indonesia yang sesungguhnya," ucap Ferry yang mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim dalam pendirian GNAI pada 15 Dzulhijjah 1443 Hijriyah.

Baca: Guru SD yang Dinonaktifkan Disdik Depok karena Kasus HRS Terima Donasi Rp 60 Juta

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement