Sabtu 16 Jul 2022 09:47 WIB

Panen Cabai Rawit Bantu Dongkrak Ekonomi Petani Badui

Panen cabai rawit petani Badui mencapai 100 kilogram.

Petani Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten merasa terbantu ekonominya dari hasil panen cabai rawit yang kini harganya di pasaran melonjak.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petani Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten merasa terbantu ekonominya dari hasil panen cabai rawit yang kini harganya di pasaran melonjak.

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Petani Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten merasa terbantu ekonominya dari hasil panen cabai rawit yang kini harganya di pasaran melonjak. "Kami panen perdana menghasilkan cabai rawit sebanyak 100 kilogram dengan harga Rp65 ribu/kilogram, sehingga bisa menghasilkan Rp6,5 juta," kata Santa (50) seorang petani Badui di Lebak, Sabtu (16/7/2022).

Panen cabai rawit yang dibudidayakan di ladang dengan sistem tanam tumpang sari dengan tanaman lainya dan diperkirakan bisa menghasilkan produksi 300 kilogram.Biasanya, kata dia, produksi panen cabai rawit berlangsung selama dua bulan. Budidaya tanaman cabai rawit itu bisa dipanen pada usia 70 hari setelah tanam (HST).

Baca Juga

"Jika produksi panen 300 kilogram maka bisa menghasilkan ekonomi Rp19, 5 juta dengan harga Rp65 ribu/ kg itu," kata Santa.

Begitu juga Arman (45) seorang petani Badui mengatakan saat ini harga cabai rawit cukup membantu ekonomi keluarga, karena harga ditampung tengkulak Rp65 ribu dan sebelumnya Rp20 ribu/ kg. Melonjaknya harga cabai rawit tentu dapat menguntungkan pendapatan ekonomi petani.

"Kami menanam budidaya cabai rawit dipastikan bisa menghasilkan produksi 200 kg dan jika diakumulasi dengan harga Rp65 ribu/ kg maka bisa mendapatkan uang Rp13 juta, " katanya.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Rahmat Yuniar mengatakan saat ini petani Badui banyak yang mengembangkan budidaya tanaman cabai rawit di ladang-ladang dengan pola tanam tumpang sari dengan tanaman lain, seperti kencur, pisang, padi huma, jagung dan terubuk. Mereka petani Badui menanam komoditi pertanian di ladang tersebar di Kecamatan Leuwidamar, Bojongmanik, Cileles, Cimarga, Gunungkencana, Muncang, Sobang dan Citinten.

Mereka petani Badui mengembangkan pertanian itu di antaranya ada lahan milik, menyewa dan bagi hasil dengan pemilik lahan. Selain itu juga petani Badui dibolehkan mengembangkan pertanian di lahan Perum Perhutani dan Perkebunan Nusantara. Namun, umumnya petani Badui setiap musim tanam selalu berpindah-pindah sesuai keyakinan adat dan mereka membuka ladang dengan membuka hutan di perbukitan.

Limbah sampah hasil pembukaan hutan itu, nantinya dibakar untuk dijadikan pupuk organik, sehingga dapat menyuburkan tanaman. Produksi pertanian Badui hingga kini cukup bagus, meski tidak menggunakan pupuk kimia.

"Kami mendorong agar petani terus mengembangkan tanaman cabai rawit untuk meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga," katanya.

Sementara itu, sejumlah pedagang di Pasar Rangkasbitung Kabupaten Lebak mengaku harga cabai rawit dijual Rp100 ribu, bahkan menjelang Idul Adha menembus Rp120 ribu/kg. 

"Kami meyakini pasokan cabai rawit itu dari petani Badui, namun melalui tengkulak, " kata Odah, seorang pedang cabai di Pasar Rangkasbitung.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement