REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Selama ini, sejumlah masyarakat kurang memiliki empati terhadap hewan karena mungkin belum menyadari bahwa hewan merupakan mahkluk yang sangat perlu untuk dilindungi. Hal ini pun mendorong sejumlah ilmuwan untuk bisa meningkatkan kepedulian terhadap satwa dengan mendalami isi hati hewan lewat bantuan Artificial intelligence (AI).
Dikutip dari New Yorker beberapa waktu lalu, pendalaman potensi AI dalam menerjemahkan bahasa hewan melibatkan machine learning (ML). Dengan begitu, dibutuhkan banyak data bahasa hewan yang kompleks untuk kemudian dikaitkan dengan makna dari bentuk komunikasi itu.
Artinya, kemungkinan nantinya teknologi ini akan sama konsepnya dengan Google Translate yang saat ini telah mampu menerjemahkan banyak bahasa manusia dari berbagai negara.
Animal Behaviorist dan Professor Emeritus di Northern Arizona University, Con Slobodchikoff mengatakan, perpaduan AI dan ML membuat kemungkinan manusia bisa memahami isi hati hewan makin terbuka.
“Teknologi komputer akhirnya memungkinkan kita untuk melihat ke dalam dunia hewan. Proses ini sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa mereka adalah makhluk hidup kompleks yang pantas kita pahami dan hormati,” kata Con Slobodchikoff.
Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini bisa berperan dalam mendorong agar manusia bisa lebih intensif dalam melakukan aksi perlindungan terhadap tiap satwa yang hidup di bumi. Sehingga, setiap spesies bisa tetap lestari dan terhindar dari kepunahan.
Pakar Komunikasi Anjing Padang Rumput, Slobodchikoff mengatakan, begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh peneliti dalam membedah potensi komunikasi dengan hewan. Menurutnya, hewan memang memiliki bahasa, kemampuan memahami waktu, memiliki emosi dan memiliki pemikiran untuk merencanakan sesuatu.
"Tapi ada hal yang membuat hewan tetap unik. Hal itu adalah terkait cara hewan dalam melihat dunia nyata. Seperti lebah dan beberapa burung yang mengandalkan kemampuan visual lewat gelombang ultraviolet serta kelelawar, lumba-lumba, anjing dan kucing mendengar suara dalam gelombang ultrasonik," kata Slobodchikoff.
Perbedaan tersebut ditentukan oleh banyak faktor. Seperti faktor fisiologi dan struktur otak, karakter lingkungan hewan dan kondisi dinamika lingkungan. Artinya, demi bisa memahami makna bahasa dari tiap hewan juga perlu mendalami beragam faktor itu secara spesifik.
“Tapi, kecerdasan buatan dan teknologi komputer bisa membantu kita mulai untuk menguraikan bahasa hewan dan kognisi hewan dengan istilah yang bermakna bagi hewan, bukan dengan istilah kita,” ucap dia.
Apalagi, ML bisa membantu kita untuk menganalisis data dan mencari korelasi dengan sangat efisien. Karena, ML bisa menemukan hubungan statistik yang terlewatkan oleh peneliti. ML juga bisa menyimpulkan "bentuk" ruang bahasa yang menggambarkan di mana kata-kata dan konsep berada dalam kaitannya satu sama lain.
Saat ini, salah satu organisasi yang tengah mendalami peran AI dalam komunikasi hewani adalah Earth Species Project. Organisasi itu pun mengeklaim jadi organisasi pertama yang melakukan decoding nonhuman language.
Lewat beragam teknologi terkini, AI dan ML ditantang untuk memecahkan algoritme yang berkaitan dengan gerak tubuh, urutan gerakan, atau perubahan tekstur kulit pada hewan. Rumitnya pendalaman yang dilakukan pun membuat Earth Species Project memperkirakan upaya ini akan menunjukan hasilnya dalam lima hingga 10 tahun ke depan.