Senin 18 Jul 2022 03:26 WIB

BP2MI: Penghentian PMI ke Malaysia Bukti Indonesia Negara Besar

Jumlah PMI di Malaysia yang tercatat secara resmi dan terdata ada sebanyak 800 ribu.

Kepala BP2MI Benny Rhamdani (kedua kiri), Menteri BUMN Erick Thohir (kanan), Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor (kedua kanan) dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji (kiri) menyampaikan keterangan pers usai mengikuti Pelepasan Program G to G Jepang di Jakarta, Rabu (22/6/2022). Pemerintah melepas 287 pekerja migran Indonesia (PMI) Perawat dan Careworker Batch XV Program Penempatan Pemerintah (G to G) Jepang tahun penempatan 2022 yang akan diberangkatkan pada tanggal 22 dan 23 Juni 2022.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Kepala BP2MI Benny Rhamdani (kedua kiri), Menteri BUMN Erick Thohir (kanan), Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor (kedua kanan) dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji (kiri) menyampaikan keterangan pers usai mengikuti Pelepasan Program G to G Jepang di Jakarta, Rabu (22/6/2022). Pemerintah melepas 287 pekerja migran Indonesia (PMI) Perawat dan Careworker Batch XV Program Penempatan Pemerintah (G to G) Jepang tahun penempatan 2022 yang akan diberangkatkan pada tanggal 22 dan 23 Juni 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menegaskan, keputusan penghentian pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia adalah bukti Indonesia sebuah negara besar. "Tindakan kita, Indonesia, bisa memberi pelajaran pada Malaysia. Kita ini negara besar. Kita tidak perlu takut dengan Malaysia," kata Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani kepada wartawan di Jakarta Utara, Ahad (17/7/2022).

Sebelumnya, Indonesia sejak 13 Juli 2022 untuk sementara berhenti memenuhi pesanan baru dari Malaysia untuk pekerja migran Indonesia (PMI) di semua sektor. Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono menegaskan kebijakan untuk menghentikan pengiriman PMI itu berlaku sampai ada komitmen dari Malaysia untuk berhenti merekrut pekerja domestik melalui Sistem Maid Online (SMO).

Baca Juga

Namun, kata Hermono, untuk pesanan yang sudah disetujui bisa dilanjutkan. Benny mengatakan pihaknya juga sudah mengusulkan adanya tindakan pemerintah menghentikan kiriman PMI ke Malaysia tersebut. Menurut dia, walau respons pemerintah terlambat, tapi itu lebih lebih baik daripada tidak ada penghentian kiriman PMI ke Malaysia sama sekali.

"Karena kami sudah memberikan masukan sejak lama bahwa pemerintah kita harus tegas kalau berhadapan sama Malaysia, dengan segala praktik penempatan yang kami anggap tidak jujur (fair) ya," kata Benny.

Lebih lanjut, Benny mengatakan jumlah PMI di Malaysia yang tercatat secara resmi dan terdata ada sebanyak 800 ribu orang. Namun jumlah PMI di Malaysia yang tidak resmi jauh lebih banyak. Menurut perkiraan Benny, jumlahnya bisa mencapai 1,2 juta orang.

Karena itu BP2MI mengusulkan perbaikan tata kelola penempatan PMI di Malaysia dengan adanya moratorium. "Yang resmi 800 ribu, namun sesungguhnya ada dua jutaan orang di sana, berarti kan hampir 1,2 juta mereka yang dulu berangkat tidak resmi. Nah, inilah yang ingin kami perbaiki tata kelolanya," kata Benny.

Ia menilai perbaikan tata kelola itu dapat dilakukan setelah adanya moratorium atau penghentian kiriman PMI ke Malaysia. Hal itu agar Malaysia dapat tunduk kepada aturan penempatan yang disepakati kedua negara secara jujur serta mau menindak tegas praktik-praktik ilegal yang dikendalikan oleh sindikat perdagangan manusia.

"Saya katakan sindikat karena mereka ini kan segelintir orang. Nah, mereka ini harus dinyatakan sebagai musuh dan pengkhianat negara, di institusi apapun mereka berada," kata Benny.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement