REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jajaran Polda Metro Jaya membeberkan lima modus operandi yang dilakukan mafia tanah dalam melakukan aksi kejahatannya. Disebutnya, modus yang digunakan oleh sindikat mafia tanah sering tidak disadari masyarakat yang menjadi korban. Dalam kasus ini polisi telah menetapkan 30 tersangka mafia tanah, 25 diantaranya sudah dilakukan penahanan.
"Pertama modus klasik yaitu sebagai contoh yang dialami oleh keluarga Nirina Zubir. Sindikasi ini ciptakan figur seolah ada peran pengganti terhadap keluarga Nirina Zubir. Terjadi peralihan hak lalu dibuat surat palsu dibuat akta peralihan hak dan beralih surat tersebut, makanya ada notaris yang kami tangkap dalam proses ini," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).
Lanjut Hengki, modus kedua pelaku mencari atau menentukan target biasanya lahan-lahan kosong yang tidak dijaga. Kemudian dibantu oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan oknum di kecamatan dan kelurahan. Setelah bersertifikat maka akan dibuat dokumen PM 1 seperti AJB akta peralihan. Lalu dijadikan dasar untuk melakukan gugatan di PTUN.
Selanjutnya untuk modus ketiga, pelaku mencari dan tentukan target dibantu oknum BPN kelurahan kecamatan. Kemudian dibuat pembanding dan ini dilakukan terhadap tanah yang belum bersertifikat. Selanjutnya, dibuat girik palsu, akta palsu, akta peralihan dan diajukan penerbitan sertifikat.
"Jadi yang terjadi penguasaan lahan secara tidak sah, peranan oknum BPN membuat gambar ukur dan peta bidang yang palsu. Di sini terkadang ini ada pendapat salah SOP, salah administrasi tapi dalam lidik kami di dalamnya ada niat jahat sengaja membuat peta bidang yang overlap," tegas Hengki.
Masih kata Hengki, untuk modus keempat melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Dalam modus ini, sertifikat sudah tidak diserahkan ke pemiliknya tapi seolah-olah sudah diberikan, maka ada figur peran pengganti. Jadi apabila dicek administrasi sudah diserahkan kepada pemohon.
Kemudian, sambung Hengki, sertifikat ini diganti identitasnya yuridis, lalu data fisik dan masuk ke akses ilegal masuk ke Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP). Sehingga terjadi perubahan identitas dan ukuran tanah korban menjadi lebih luas. Hanya saja identitas sertifikat tanah tersebut sudah berganti bukan atas nama pemilik yang sah lagi
"Tapi bukan atas nama korban tapi atas nama lain. Jadi korbannya pemohon dan lahan orang lain yang diserobot," jelas Hengki.
Terakhir, menurut Hengki, merupakan modus yang paling canggih diantara modus lain, dan disebut super akun. Para pelaku menggunakan akses ilegal untuk dapat melakukan input data. Pelaku melakukan validasi perubahan data lahan milik pelaku dan pada akhirnya nanti bisa diubah oleh pemilik.
"Ini kami temukan tiga korban. Kami masih lidik korban ada dimana, karena banyak korban tidak sadar tanahnya diambil alih oleh mafia tanah," turut Hengki.