Senin 18 Jul 2022 17:08 WIB

Gapasdap Desak Pemerintah Naikkan Tarif Angkutan Penyeberangan

Angkutan penyeberangan kesulitan menutup biaya operasional dengan tarif saat ini.

Kapal Motor Penumpang (KMP) Ulin melintas di Teluk Balikpapan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (5/2/2022). Lokasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang berada di Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur memiliki beberapa pilihan transportasi, salah satunya kapal ferry yang melayani penyeberangan dari Pelabuhan Kariangau Balikpapan-Pelabuhan Ferry Penajam lalu dilanjutkan jalur darat.
Foto: Antara/Bayu Pratama S
Kapal Motor Penumpang (KMP) Ulin melintas di Teluk Balikpapan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (5/2/2022). Lokasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang berada di Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur memiliki beberapa pilihan transportasi, salah satunya kapal ferry yang melayani penyeberangan dari Pelabuhan Kariangau Balikpapan-Pelabuhan Ferry Penajam lalu dilanjutkan jalur darat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) menyampaikan, kondisi terkini transportasi angkutan penyeberangan sangat memprihatinkan. Hal itu karena tarif yang berlaku sekarang masih belum sesuai dengan perhitungan biaya pokok yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Tarif angkutan penyeberangan yang menentukan adalah pemerintah. Dan, ini merupakan satu-satunya transportasi yang diatur penuh oleh pemerintah, tidak ada batas atas dan batas bawah seperti di angkutan darat (bus) atau angkutan udara," kata Ketua Bidang Pentarifan DPP Gapasdap, Rakhmatika Ardianto kepada wartawan di Jakarta, Senin (18/7/2022).

Menurut dia, penetapan tarif penyeberangan seringnya di bawah perhitungan biaya yang telah dihitung oleh pemerintah. Hal itu menyebabkan angkutan penyeberangan mengalami kesulitan operasional. "Banyak perusahaan pelayaran yang tidak bisa menggaji karyawan, kesulitan membayar angsuran di bank dan tidak bisa memberikan pelayanan maksimal sesuai dengan standar pelayanan minimum (SPM)," jelas Rakhmatika.

Dalam siaran pers, dia menjelaskan, seharusnya sesuai ketentuan, pengusaha angkutan tidak bisa lagi beroperasi. Hingga akibat paling parah adalah sudah ada beberapa perusahaan yang dijual, karena terus merugi. Baca: Peneliti: Ketegasan Menteri Susi Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan Buat Cina tak Bahagia

"Setidaknya ada empat perusahaan yang dijual dalam kurun waktu tahun 2019 hingga sekarang, dan masih ada beberapa yang dalam proses penawaran. Padahal, apabila tarif itu disesuaikan dengan perhitungan biaya pokok pun, dampak kenaikan tarif terhadap inflasi hanya sekitar 0,23 persen (sampel perhitungan Merak-Bakauheni)," paparnya.

Kondisi itu terjadi lantaran angkutan penyeberangan berfungsi sebagai infrastruktur jembatan. Sehingga tidak boleh terputus, dan harus terus melayani penumpang. Sehingga, kata Rakhmatika, sudah menjadi tugas pemerintah untuk bisa menjamin keberlangsungan hidup dari perusahaan angkutan penyeberangan.

Selain itu, angkutan penyeberangan juga merupakan moda transportasi yang tidak tergantikan. Pasalnya, jika gagal maka akan terjadi stagnasi dan ekonomi menjadi terhambat. Baca: Begini Tampilan Mewah Kantor Megawati di BRIN, Ada Tempat Tidur Juga

Dia menyebutkan, tarif yang berlaku di angkutan penyeberangan di Indonesia adalah yang terendah di Asia Tenggara. Sedangkan di negara lain sudah mencapai di atas Rp 3.000 per mil. Karena itu, pihaknya meminta pemerintah sesegera mungkin bisa menyelamatkan kondisi industri angkutan penyeberangan dengan merealisasikan penyesuaian tarif.

"Sama halnya dengan respon pemerintah yang begitu cepat terhadap usulan kenaikan tarif angkutan udara dan juga kenaikan tarif jalan tol yang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tetapi mengapa terhadap angkutan Ferry ketika mengajukan penyesuaian tarif responnya agak lama," ucap Rakhmatika. Jika pemerintah tidak berani, dia melanjutkan, sebaiknya tarif diserahkan kepada asosiasi untuk penetapannya.

Apabila tarif yang berlaku kurang dari perhitungan harga pokok penjualan (HPP) dan misalkan sampai membahayakan terhadap keselamatan pelayaran dan terjadi kecelakaan, Rakhmatika menegaskan, pemerintah juga ikut bertanggung jawab atas terciptanya kondisi tersebut. Dia menyinggung, sebenarnya pendapatan angkutan penyeberangan dapat diketahui oleh pemerintah.

"Tidak hanya itu, untuk biaya pun pemerintah juga dapat mengetahui, seperti biaya BBM, biaya doking, biaya kepelabuhanan, dan lain-lain. Karena ada PT ASDP yg merupakan BUMN yang berusaha di bidang angkutan penyeberangan. Sehingga, seharusnya pemerintah tahu jika dengan tarif seperti yang berlaku saat ini tidaklah cukup," ujar Rakhmatika.

Dirut PT Dharma Lautan Utama (DLU), Erwin H Poedjono mengatakan, pernyataan yang disampaikan Gapasdap benar adanya. Sebagai salah satu perusahaan terbaik yang menawarkan jasa penyeberangan juga merasa kesulitan dalam menutup biaya operasional dengan tarif saat ini. Karena itu, DLU mendesak agar usulan dari Gapasdap bisa cepat direalisasikan oleh pemerintah.

"Seperti biaya gaji karyawan yang selalu mengalami kenaikan, biaya perawatan kapal yang juga meningkat sangat tajam, dan lain-lain. Kalau kami sebagai perusahaan terbaik saja mengalami kesulitan bagaimana dengan yang lainnya?" ujarnya. Baca: Kapal Pertamina Prime Angkut Minyak Rusia Diblokade Greenpeace Cabang Denmark

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement