REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis paru, Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), mengajak masyarakat untuk segera melengkapi diri dengan vaksinasi COVID-19 mulai dari dosis pertama hingga dosis penguat atau booster guna mencegah risiko gejala berat dan risiko rawat inap. "Mengingat pada saat ini terdapat peningkatan kasus COVID-19 maka kami mengajak masyarakat untuk segera melengkapi diri dengan vaksinasi guna memperkecil risiko terinfeksi atau kalaupun terinfeksi maka mencegah risiko gejala berat," katanya dalam wawancara virtual yang diakses di Jakarta, Senin (18/7/2022).
Pernyataan tersebut disampaikan usai konferensi pers mengenai sosialisasi penelitian/riset terkait "Long COVID-19" yang merupakan hasil kerja sama RSUP Persahabatan, Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI, serta Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Dokter Agus yang merupakan Ketua Umum PDPI itu menjelaskan dengan melengkapi diri dengan vaksinasi hingga dosis penguat maka seseorang juga dapat mencegah risiko terjadinya long COVID-19 atau sindrom pasca-COVID-19.
"Risiko terjadinya long COVID-19 atau sindrom pasca-COVID-19 meningkat ketika seseorang terinfeksi COVID-19 dengan gejala berat. Karena itu, dengan mendapatkan vaksinasi lengkap hingga booster diharapkan tidak bergejala berat dan tidak mengalami sindrom pasca-COVID-19," katanya.
Sementara itu, Agus yang juga merupakan Direktur Utama RSUP Persahabatan menjelaskan bahwa sindrom pasca-COVID-19 merupakan gejala yang masih ada setelah periode dua minggu dari awal mula gejala pertama, atau setelah terkonfirmasi negatif dengan PCR dari nasal swab atau setelah menyelesaikan periode isolasi.
"Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan, dengan total responden 385 orang, sebanyak 66,5 persen atau 256 di antaranya melaporkan adanya gejala long COVID-19, gejala terbanyak adalah kelelahan atau fatigue, batuk, nyeri otot dan sesak napas," katanya.
Sementara berdasarkan penelitian tersebut juga diketahui bahwa faktor yang paling mempengaruhi terjadinya sindrom pasca-COVID-19 adalah komorbiditas dan pneumonia. "Jika merujuk pada hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa prevalensi long COVID-19 cukup tinggi dengan kelelahan atau fatigue sebagai gejala yang paling banyak dilaporkan," katanya.
Terkait hal tersebut, pihaknya merekomendasikan perlunya studi lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama untuk mendapat temuan lebih lanjut mengenai long COVID-19.