REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengabaikan tuntutan China untuk membatalkan penjualan paket senjata bernilai 108 juta dolar AS ke Taiwan. Washington menegaskan akan melanjutkan proses tersebut.
“Di bawah Taiwan Relations Act, kami menyediakan barang dan layanan pertahanan Taiwan yang diperlukan untuk memungkinkan mereka mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang memadai. Ini adalah sesuatu yang telah dilakukan oleh pemerintahan (AS) berturut-turut. Ini sepenuhnya konsisten dengan kebijakan satu-China kami,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price, Senin (18/7/2022), dikutip Anadolu Agency.
Pekan lalu, pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengumumkan perjanjian untuk memasok tank dan peralatan kendaraan tempur lainnya ke Taiwan. Nilainya mencapai 108 juta dolar AS. Washington pun akan memberikan dukungan logistik pada Taipei.
Penjualan kendaraan tempur dan peralatan militer itu kini sedang memasuki tahap peninjauan di Kongres AS. Namun Kongres diyakini akan meloloskannya tanpa ada penentangan. Awal bulan ini, Panglima Tentara Pembebasan Rakyat Cina Jenderal Li Zuocheng melakukan pertemuan virtual dengan Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Mark Rilley. Pada kesempatan itu, Li menuntut agar AS menghentikan kolusi militer dengan Taiwan.
Li mengatakan, China tidak memiliki ruang kompromi pada isu-isu yang mempengaruhi kepentingan intinya, termasuk terkait Taiwan. “China menuntut AS berhenti membalikkan sejarah, hentikan kolusi militer AS-Taiwan, dan hindari memengaruhi hubungan serta stabilitas China-AS di Selat Taiwan,” ujar Li, 7 Juli lalu.
Dia menekankan, militer China akan dengan tegas menjaga kedaulatan nasional dan integritas teritorial. “Jika ada yang membuat provokasi ceroboh, mereka akan menghadapi serangan balik tegas dari rakyat China,” ucap Li.
Dalam keterangan pers yang dirilis Kementerian Pertahanan China, Li turut mengutarakan harapan agar AS-China lebih memperkuat dialog, mempromosikan kerja sama, dan menangani risiko daripada sengaja menciptakan konfrontasi serta memprovokasi insiden.
China diketahui mengeklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Namun Taiwan berulang kali menyatakan bahwa ia adalah negara merdeka dengan nama Republik China. Taiwan selalu menyebut bahwa Beijing tidak pernah memerintahnya dan tak berhak berbicara atas namanya. Situasi itu membuat hubungan kedua belah pihak dibekap ketegangan dan berpeluang terseret ke dalam konfrontasi.
AS, walaupun tak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan, mendukung Taipei dalam menghadapi ancaman China. Bulan lalu, Presiden AS Joe Biden bahkan menyatakan bahwa negaranya siap mengerahkan kekuatan jika China menyerang Taiwan. Isu Taiwan menjadi salah satu faktor yang meruncingkan hubungan Beijing dengan Washington.