Tim Teknik Geologi Unsoed Petakan Kerawanan Bencana Purbalingga
Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Muhammad Fakhruddin
Tim dari Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) memaparkan hasil Studi Proyek Independen Tentang Pergerakan Tanah di Wilayah Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, Senin (18/7) di Ruang Rapat Bupati Purbalingga. | Foto: Pemkab Purbalingga
REPUBLIKA.CO.ID,PURBALINGGA -- Tim dari Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) memaparkan hasil Studi Proyek Independen Tentang Pergerakan Tanah di Wilayah Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, Senin (18/7) di Ruang Rapat Bupati. Penelitian ini merupakan program Mahasiswa Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Unsoed.
Dosen Pembimbing Lapangan FT Unsoed Indra Permana Jati ST MT mengungkapkan, melalui penelitian ini pihaknya ingin membantu bagaimana bencana di Purbalingga dimenejemen dengan baik. Sehingga implikasinya adalah keselamatan.
"Bencana selalu ada 'ketidakpastian' sehingga yang kita gunakan adalah mitigasi atau bergerak ke arah aman. Jika saat ini pemerintah daerah masih fokus di emergency rensponse, kita melangkah agar bagaimana bencana itu tidak terjadi," kata Indra dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (19/7/22).
Sementara itu Azwar Fajri selaku mahasiswa Geologi Unsoed yang melaksanakan studi ini memaparkan Kecamatan Karangmoncol didominasi bencana tanah longsor. Sedangkan longsor itu sendiri bisa terjadi tidak hanya terjadi karena satu faktor, tapi ada faktor pengontrol dan pemicu.
"Setelah kita uji, bencana longsor di Karangmoncol banyak terjadi di satuan batu pasir (8 longsor) dan lava andesit (8 longsor)," kata Fajri mengupas satu per satu.
Ia menyebut aspek litologi tersebut merupakan parameter utama. Selanjutnya dari aspek kemiringan lereng, hasil menunjukan di kemiringan 16 - 35 derajat lebih sering terjadi longsor (23 longsor). Sedangkan dari segi elevasi, longsor paling banyak terjadi di ketinggian 600 - 800 meter (10 longsor). Longsor juga sering terjadi di daerah dengan jarak struktur geologi kurang dari 500 meter (17 longsor).
"Jangan lupa peran dari air yang juga pemicu longsor, dan kejadian yang kita temukan juga berkorelasi dimana longsor yang ditemui lebih banyak terjadi di dekat dengan sungai dengan jarak kurang dari sama dengan 100 meter (28 longsor)," katanya.
Selanjutnya dari segi tutupan lahan, pemukiman lebih sering terjadi longsor (14 longsor). Demikian dari segi kerapatan sungai, kejadian longsor lebih sering terjadi di kerapatan 4-6 km/km persegi (16 longsor).
Dari tujuh parameter tersebut disatukan menjadi sebuah peta kerawanan tanah longsor Kecamatan Karangmoncol. Hasilnya : zona tinggi rawan longsor 25,26 persen dan zona sangat tinggi rawan longsor 24,63 persen. Dengan demikian hampir separuh wilayah Karangmoncol rawan terjadi longsor.
Dari hasil kajian ini ada beberapa langkah yang dilakukan sebagai mitigasi/ risk reduction. Diantaranya menyediakan sistim informasi kebencanaan, yaitu menyediakan web GIS atau peta kerawanan longsor yang bisa diakses siapapun melalui internet termasuk form pelaporan kejadian di dalamnya.
"Kita juga melakukan capacity building karena kita tidak bisa hanya mengandalkan dari responder bencana. Kita juga perlu menguatkan dari masyarakatnya itu sendiri makanya kita membuat program capacity building ada sosialisasi, dan rambu informasi," katanya.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda R Imam Wahyudi SH MSi mengucapkan terimakasih atas peran serta FT Unsoed dalam membantu Pemkab Purbalingga dalam memetakan kerawanan bencana di wilayah Karangmoncol ini.
"Program atau hasil dari kegiatan MBKM ini menjadi suatu referensi yang sangat bermanfat dalam rangka merumuskan suatu kebijakan, kemudian membuat suatu kegiatan dan mengalokasikan anggaran untuk mengimplementasikan kegiatan tersebut," kata Imam.