REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) RI membekukan 5.500 lebih produk obat-obatan dalam negeri dari katalog elektronik pemerintah, sebab menyalahi ketentuan substitusi bahan baku impor."Sekarang lebih dari 5.500 produk telah dibekukan, karena sudah ada subtitusi impornya," kata Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) Azwar Anas, dalam agenda peluncuran kit diagnostik molekuler BioColoMelt-Dx di RS Darmais Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Menurut Azwar, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan seluruh instansi terkait untuk menekan ketergantungan impor bahan baku obat yang kini mencapai 90 persen lebih.Saat ini pemerintah telah memfasilitasi substitusi bahan baku obat impor melalui penyediaan komponen pengganti dari berbagai sumber di dalam negeri.
"Yang diminta presiden agar ditekan terus, kalau bisa 40 persen harus beli dari industri dalam negeri," katanya.
Azwar mengatakan LKPP bertugas untuk mendorong produk dalam negeri dibeli oleh APBN ataupun APBD melalui kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan lembaga terkait.Salah satu bentuk sanksi atas pelanggaran substitusi bahan baku impor, katanya, maka diterapkan pembekuan tawaran produk di katalog elektronik LKPP.
Sejak ketentuan itu berlaku, kata Azwar, sebanyak 90 lebih dari total 5.500 produk obat yang melanggar, masih menyiasati sanksi pembekuan produk dengan berpindah ke laman katalog elektronik di lembaga pemerintah yang lain."Setelah dibekukan di katalog elektronik Kemenkes, ada yang pindah ke katalog kementerian lain, seperti ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan lainnya," katanya.
Untuk mengantisipasi kecurangan itu, kata Azwar, LKPP bersama Kemenkes menggelar koordinasi tingkat tinggi antarkementerian, sehingga perubahan kode-kode dari produk tersebut dapat dideteksi."Tetapi kami akan ambil kesimpulan, jika mereka masih muncul di tempat lain, maka kamiakan cabut nomor induk berusaha (NIB), sehingga mereka tidak bisa pindah-pindah," katanya.