Selasa 19 Jul 2022 22:28 WIB

AMTI: Rencana Kebijakan Cukai Picu Ketidakadilan Bagi Pelaku Usaha

Asosiasi petani menyebut selalu jadi korban kenaikan cukai hasil tembakau

Petani merawat tanaman tembakau di perladangan kawasan lereng gunung Sindoro Desa Kwadungan, Kledung, Temanggung, Jateng. Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menambahkan sebagai elemen ekosistem pertembakauan sisi paling hulu, petanilah yang selalu menjadi korban paling akhir dari berbagai kebijakan yang tidak adil dan berimbang.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Petani merawat tanaman tembakau di perladangan kawasan lereng gunung Sindoro Desa Kwadungan, Kledung, Temanggung, Jateng. Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menambahkan sebagai elemen ekosistem pertembakauan sisi paling hulu, petanilah yang selalu menjadi korban paling akhir dari berbagai kebijakan yang tidak adil dan berimbang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seluruh elemen ekosistem pertembakauan, mulai dari hulu hingga hilir, didukung oleh kepala daerah dan perwakilan legislatif menyatukan komitmen menolak intervensi asing dalam pembuatan kebijakan, sekaligus menolak opsi rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT).

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengatakan perwakilan petani, pekerja, pabrikan, retail, konsumen, dan akademisi menyampaikan suara penolakan mereka terhadap agresifnya tekanan yang ditujukan kepada komoditas tembakau dan ekosistem pertembakauan. 

“Kami berharap karena sumbangsih yang nyata, kebijakan dan regulasi yang diberikan kepada ekosistemnya juga berimbang serta berkeadilan. Inilah momentum kita menyatukan komitmen untuk memperjuangkan eksistensi dan keberlangsungan ekosistem pertembakauan yang menjadi tulang punggung bagi 24 juta orang dan menegaskan kedaulatan Indonesia,” ujarnya, Selasa (19/7/2022).

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menambahkan sebagai elemen ekosistem pertembakauan sisi paling hulu, petanilah yang selalu menjadi korban paling akhir dari berbagai kebijakan yang tidak adil dan berimbang.

“Petani yang paling terbatas aksesnya terhadap upaya perlawanan kampanye dan intervensi asing. Kami secara tegas menolak peraturan dan kebijakan yang tidak adil terhadap ekosistem pertembakauan dan kenaikan CHT tinggi yang tidak terprediksi,” ucapnya.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau , Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto menyampaikan para pekerja tidak kenal lelah memperjuangkan sektor yang menjadi tumpuan mata pencaharian bagi enam juta tenaga kerja ini. 

“Setiap tahun, jumlah pabrikan terus menurun. Pada 2011 masih berproduksi 1.540 pabrik, sampai sekarang tinggal sekitar 487 pabrik rokok. Begitu juga dengan produksi, bahkan produksi rokok pada Mei 2022 menjadi yang terendah dalam 14 bulan terakhir,” ucapnya.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi berharap pemerintah memasukkan industri hasil tembakau (IHT) ke sektor yang dibiayai program pemulihan ekonomi nasional. 

“Alih-alih mendapat insentif, tarif cukai hasil tembakau kembali dinaikkan. Begitu juga tahun depan, industri harap-harap cemas. Industri kian tercekik karena produksi terus menurun,” ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement