REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono menilai, keberhasilan Indonesia menjaga daya tahan ekonomi pada masa pandemi dan ketidakpastian global, tidak terlepas dari jurus ‘gas dan rem’ yang diarahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Edy menyebut, sejak awal Presiden sangat konsisten menjaga keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi dalam penanganan Covid-19 melalui pendekatan kebijakan ‘gas dan rem’. Meski di awal banyak dikritik, namun strategi tersebut telah berhasil membawa ekonomi Indonesia pulih dan tumbuh. Tercatat, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2022 sebesar 5,01 persen (year on year).
“Sekarang terbukti bahwa strategi ‘gas dan rem’ Presiden Jokowi hasilnya sangat baik. Tidak hanya pada penanganan pandemi tapi juga pemulihan ekonominya,” kata Edy, dikutip dari siaran pers KSP pada Rabu (20/7).
Menurut Edy, pemerintah juga konsisten dalam mengendalikan inflasi. Meski per Juni 2022 angka inflasi relatif tinggi dari biasanya, yakni mencapai 4,35 persen (year on year), namun jika dibandingkan dengan banyak negara lain angka tersebut relatif sangat baik.
Pengendalian inflasi ini dilakukan dari dua sisi, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Bank Indonesia (BI) yang berwenang dalam kebijakan moneter, sampai saat ini masih mempertahankan suku bunga acuan. Namun di sisi lain, BI menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) agar jumlah uang beredar tidak terlalu besar, sehingga inflasi lebih terkendali.
Sementara dari sisi fiskal, lanjut Edy, pemerintah berusaha mempertahankan harga pangan dan energi di tengah gejolak pasar global. Caranya, dengan menambah anggaran subsidi dan kompensasi untuk energi, baik BBM, listrik, dan LPG.
“Karena kita tahu bahwa kenaikan harga BBM dan gas bersubsidi akan bisa memicu kenaikan harga berbagai barang dan jasa yang berimplikasi pada angka inflasi yang lebih tinggi lagi,” jelas Edy.
Selain itu, menurutnya, pemerintah juga konsisten melaksanakan program perlindungan sosial untuk menjaga daya beli kelompok kurang mampu di tengah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa.
Tak hanya itu, Edy juga menyampaikan, pemerintah berupaya keras menurunkan angka pengangguran, baik melalui pertumbuhan ekonomi atau melaksanakan berbagai pelatihan untuk memberikan bekal kepada calon pekerja. Sejauh ini, ujar dia, pertumbuhan ekonomi berhasil menurunkan angka pengangguran dari 6,49 persen per Agustus 2021, menjadi 5,83 persen per Februari 2022.
“Memang belum sepenuhnya kembali ke kondisi sebelum pandemi, yakni 5,28 persen per Agustus 2019,” ujar Edy.
Sebelumnya, Direktur Pelaksana IMF Kristaliana Georgieva saat bertemu Presiden Joko Widodo pada Ahad (17/7) menyebut situasi perekonomian di Indonesia relatif sedang baik. Hal itu dilihat dari berbagai indikator ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, neraca pembayaran, fiskal, dan moneter.