Rabu 20 Jul 2022 10:54 WIB

AS Sebut Rusia Terlibat Perdagangan Manusia dan Merekrut Tentara Anak-Anak

Rusia sering muncul di seluruh laporan karena invasi ke Ukraina.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Amerika Serikat (AS) pada Selasa (19/7) menempatkan Rusia dalam daftar negara-negara yang terlibat dalam kebijakan atau pola perdagangan manusia dan kerja paksa, serta merekrut anak-anak untuk memanggul senjata.
Foto: AP/AP
Amerika Serikat (AS) pada Selasa (19/7) menempatkan Rusia dalam daftar negara-negara yang terlibat dalam kebijakan atau pola perdagangan manusia dan kerja paksa, serta merekrut anak-anak untuk memanggul senjata.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) pada Selasa (19/7) menempatkan Rusia dalam daftar negara-negara yang terlibat dalam kebijakan atau pola perdagangan manusia dan kerja paksa, serta merekrut anak-anak untuk memanggul senjata. Departemen Luar Negeri AS memasukkan daftar itu dalam laporan perdagangan manusia tahunan, yang untuk pertama kalinya berada di bawah mandat Kongres 2019 yaitu "Perdagangan Orang yang Disponsori Negara".  

Rusia sering muncul di seluruh laporan karena invasi ke Ukraina. Dokumen itu menyebutkan, invasi Rusia sebagai kerentanan terhadap perdagangan jutaan pengungsi Ukraina di negara-negara tempat mereka melarikan diri.

Baca Juga

"Jutaan orang Ukraina harus meninggalkan rumah mereka, beberapa meninggalkan negara itu dan sebagian besar hanya membawa apa yang bisa mereka bawa. Itu membuat mereka sangat rentan terhadap eksploitasi," kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken.

Blinken mengatakan, saat ini terdapat hampir 25 juta korban perdagangan manusia di seluruh dunia. Laporan tersebut berisi daftar terpisah dari 12 negara yang mempekerjakan atau merekrut tentara anak, termasuk Rusia. Dalam laporan itu, Rusia secara aktif terlibat dalam kerja paksa terhadap pekerja migran Korea Utara, termasuk dengan mengeluarkan visa kepada ribuan orang dalam upaya untuk menghindari resolusi PBB yang menuntut pemulangan mereka.

Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa, setelah merebut sebagian wilayah Donbas di Ukraina timur pada 2014, separatis pimpinan Rusia menggunakan anak-anak untuk menjaga pos pemeriksaan, termasuk merekrut anak-anak sebagai pejuang dan berjaga di pos lainnya. Menyusul invasi Rusia ke Ukraina tahun ini, laporan itu mengatakan, media menyoroti laporan baru yang tidak didukung oleh pasukan Rusia yang menggunakan anak-anak sebagai tameng manusia.

Laporan itu menyebutkan bahwa pasukan pimpinan Rusia telah memaksa ribuan orang Ukraina, termasuk anak-anak, melalui "kamp-kamp filtrasi," di mana dokumen mereka disita. Selain itu, mereka dipaksa untuk mengambil paspor Rusia dan kemudian dibawa ke daerah-daerah terpencil di Rusia.

Selain Rusia, laporan tersebut juga mencantumkan Afghanistan, Burma atau Myanmar, Kuba, Iran, Korea Utara, dan lima negara lain yang mengusung kebijakan atau pola perdagangan manusia yang terdokumentasi. Termasuk kerja paksa di sektor-sektor yang berafiliasi dengan pemerintah, perbudakan di kamp-kamp pemerintah, atau mempekerjakan serta merekrut tentara anak.  

Laporan tersebut juga membidik industri surya China. Laporan itu mengatakan, rantai pasok industri surya mulai dari penambangan bahan silikon mentah hingga perakitan modul surya akhir memiliki keterkaitan dengan program kerja paksa di wilayah Xinjiang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement