REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengucapkan selamat atas bebasnya Habib Rizieq Shihab (HRS). Namun, kasusnya dapat menjadi refleksi terhadap rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP) yang batal disahkan pada 2019.
Ia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana momok para aktivis dan cenderung diterapkan secara formil. Fokus pembuktian dakwaan hanya merujuk pada penyebaran berita bohong, bukan pada akibat yang ditimbulkan.
"Ketentuan tersebut dirombak total dalam Pasal 263 RKUHP yang bersifat materiil, yakni jaksa harus membuktikan terjadinya kerusuhan fisik akibat penyebaran berita bohong. Bukan sekedar keonaran di media massa," ujar Habiburokhman lewat keterangan tertulisnya, Rabu (20/7/2022).
Terlebih lagi, RKUHP menganut prinsip dualistik sebagaimana diatur Pasal 36 yang mengharuskan terbuktinya mens rea atau sikap batin jahat si pelaku saat terjadinya tinfak pidana. Dalam kasus HRD, ia yakin bahwa tidak ada maksudnya untuk menimbulkan keonaran.
"Dari kasus seperti Habib Rizieq ini kami berharap publik menyadari urgensi pengesahan RKUHP secepatnya. Terlepas masih adanya segelintir pasal yang dianggap bermasalah, banyak sekali prinsip mendasar dalam RKUHP yang sangat progresif," ujar dia.
Ditjen Permasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) menyatakan, Habib Rizieq Shihab (HRS) telah memenuhi syarat untuk menghirup udara bebas. HRS bisa mulai menjalani pembebasan bersyarat pada 20 Juli.
Koordinator Humas dan Protokol Ditjen Permasyarakatan Kemkumham Rika Aprianti menjelaskan HRS ditahan sejak 12 Desember 2020. Lalu masa ekspirasi akhirnya pada 10 Juni 2023 dan habis masa percobaan pada 10 Juni 2024.
Rika menyatakan, HRS sudah berhak mendapat pembebasan bersyarat. Sebab HRS telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 117).
"Bahwa yang bersangkutan telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapatkan hak remisi dan integrasi," ujar Rika.