REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebebasan bersyarat Habib Rizieq Shihab (HRS) pada hari Rabu (20/6/2022), disambut berbagai respon positif dan negatif dari sebagian kalangan. Polarisasi politik di masyarakat yang sudah terbentuk dikhawatirkan akan semakin menguat, apabila kebebasan HRS dijadikan alat politik baik dari kubu yang pro atau yang kontra HRS.
Direktur IndoStrategi Research and Consulting, Arif Nurul Imam mengkhawatirkan, bara politik identitas kembali menguat setelah kebebasan HRS ini. Hal itu bukan hanya berlaku bagi kelompok yang dituduh sebagai pendukung HRS saja, namun juga kelompok yang kontra HRS.
"Kehadiran HRS jelang masa-masa momen politik 2024 bisa dimanfaatkan siapa saja oleh kelompok anti HRS atau pendukung HRS, untuk memperkuat dukungan dari setiap pemilik kekuatan politik yang ada," kata analis politik itu kepada wartawan di Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Baca: Bebas dari Rutan Bareskrim, HRS Sudah Tiba di Petamburan Disambut Bahagia Keluarga
Karena itu, Arif menegaskan, harus ada penegasan kembali dan komitmen dari setiap tokoh dan penentu kebijakan politik, apakah dia kandidat calon presiden atau ketua umum partai politik, agar politik identitas tidak lagi digunakan jelang 2024. Walaupun, ia rasa hal itu akan sangat sulit dicegah.
Pasalnya, naluri hal itu pasti terjadi dengan sendirinya. "Kita tetap berharap komitmen dari para pemimpin politik, jangan lagi menggunakan politik identitas ini sebagai alat untuk menyampaikan ujaran kebencian jelang 2024," terang Arif.
Kalaupun ada dukungan dari kelompok agama atau komunitas suku tertentu, Arif menilai, sebetulnya hal itu adalah hal yang wajar. Pasalnya hampir setiap momen politik, baik pilkada dan pemilu nasional itu terjadi. Tetapi jangan sampai upaya tersebut, kemudian menyebarkan ujaran kebencian dan penghasutan terhadap kelompok lain.
Baca: Beredar Poster Kemenkumham, HRS Teken Dokumen Bebas dari Penjara
Terkait bebasnya HRS dalam kasus kerumunan sendiri, Arif justru merasa khawatir pendiri Front Pembela Islam (FPI) tersebut bisa ditahan untuk kasus yang lain. Hal itu tinggal melihat situasi yang terjadi setelah HRS bebas, apakah dinamikanya justru membuka peluang penahanan untuk kasus yang lain atau tidak.
"Itu semua juga tergantung HRS dan pendukungnya, karena kelompok anti HRS akan tetap menyuarakan potensi ujaran kebencian yang selalu dituduhkan kepada HRS selama ini," kata Arif.
Karena itu, Arif berharap jangan sampai bara politik identitas yang selama ini mungkin sedikit meredup, namun mendapatkan momentum politik dan terus dibakar dengan kehadiran sosok HRS di masyarakat. Dia melihat, semua kelompok bisa memanfaatkan bara politik, baik yang pro dan kontra HRS, demi dukungan untuk suara parpol atau capres tertentu.
Baca: PT Waruna Nusa Sentana tak Akui Iwan Supardi, Karyawannya yang Hina HRS