REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara BUMN (BUMN) telah resmi membentuk holding Danareksa. PT Danareksa (Persero) ditunjuk menjadi induk holding.
Dalam konsolidasi tahap I, terdapat sepuluh BUMN yang telah bergabung dalam holding tersebut, mulai dari PT Perusahaan Pengelola Aset, PT Kawasan Industri Medan, PT Kawasan Industri Wijayakusuma, PT Kawasan Industri Makassar, PT Kawasan Berikat Nusantara, PT Surabaya Industrial Estate Rungkut, PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung, PT Nindya Karya, PT Balai Pustaka, hingga PT Kliring Berjangka Indonesia. Rencananya, akan ada enam BUMN lain yang menyusul pada akhir tahun ini, di antaranya Perum Jasa Tirta I dan II.
"Kita sudah merampingkan jumlah BUMN dari 108 menjadi 41. Lalu klaster dari 27 menjadi 12, kita harus percepat lagi, BUMN-BUMN yang tidak masuk klaster tetapi punya potensi yang luar biasa seperti yang saat ini bergabung dalam holding Danareksa," ujar Menteri BUMN Erick Thohir saat meluncurkan holding BUMN Danareksa di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Erick menugaskan holding Danareksa mengoptimalkan potensi kawasan industri. Erick menyebut banyak kawasan industri BUMN tidak maksimal lantaran tidak ada standarisasi dan re-investasi yang mana ketika ekonomi dunia sudah mulai hijau, Indonesia masih menggunakan listrik fosil atau pembuangan limbah yang tidak terorganisasi. Kondisi ini justru berdampak buruk bagi masyarakat sekitar.
"Standar-standar ini yang kita lakukan karena itu pemerintah daerah kami undang hari ini supaya meyakinkan bahwa kinerja kita baik dan minta dukungan dari pemerintah daerah untuk lebih baik," ucap Erick.
Erick mengatakan optimalisasi kawasan industri mempunyai dampak besar bagi pembukaan lapangan kerja, pendapatan negara dan daerah, serta memperbaiki ekosistem logistik di daerah. "Jarak kawasan industri ke pelabuhan, bandara, rel bisa benar-benar direncanakan dengan baik dan mungkin juga ada kawasan industri yang sudah tidak layak di tengah kota mungkin akan bagus dijadikan pusat ekonomi baru misalnya agar saling menguntungkan," lanjut Erick.
Tak hanya itu, Erick juga mendorong holding Danareksa menjadi garda terdepan dalam melakukan transformasi air bersih. Erick mengaku miris dengan kondisi masyarakat yang masih kesulitan mendapatkan akses bersih, tak terkecuali di ibu kota Jakarta. BUMN, lanjut Erick, berhasil memiliki proyek percontohan air bersih di Subang, Jawa Barat. Erick berharap hal ini dapat juga dikembangkan ke daerah-daerah lain.
"Masak mohon maaf yang di rumah besar, beli botolan harga berapa? Rakyat di perkotaan beli air sama kayak kita minum, dipakai untuk mandi, saya melihat di beberapa titik tidak punya yang namanya tempat mandi dan buang air. Di Jakarta juga banyak saya sudah lihat, artinya mesti ada penyelesaian air bersih secara program yang memang memayungi semua," ungkap Erick.
Erick berharap perluasan pengadaan air bersih dapat disambut baik oleh pemerintah daerah. Namun, Erick mengingatkan kerja sama harus didasari pada proses bisnis yang baik dengan tujuan memberikan kemudahan akses air bersih kepada masyarakat.
"Masyarakat dapat air bersih, perusahaannya juga harus sehat supaya bisa re-nvestasi pipanya yang sudah jelek diperbaiki, kalau enggak racun nanti. Orang di negara lain air keran sudah bisa diminum, Indonesia yang mendukung yang namanya ekonomi kerakyatan, airnya bayar semua buat minum," sambung dia.
Oleh karena itu, ucap Erick, Holding Danareksa juga akan membuat sebuah terobosan dalam gelaran G20 dengan meluncurkan clean water fund (CWF) atau pendanaan air bersih dengan nilai investasi mencapai 300 juta dolar AS. Erick berharap program CWF dapat menjadi solusi bagi keterbatasan akses air bersih bagi masyarakat.
"Itu kenapa kita membuat proyek percontohan pelan-pelan dan kita akan meluncurkan CWF, program pendanaan air bersih di G20 dengan nilai investasi 300 juta dolar AS," kata Erick menambahkan.