REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia masih memegang target produksi minyak dan gas nasional mencapai 1 juta barel per hari pada 2030 mendatang. Sayangnya, target ini terbentur kondisi global saat ini yang ramai-ramai beralih ke energi bersih.
Hal ini berimbas pada minimnya fasilitas pembiayaan dan pendanaan untuk proyek hulu migas. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, menilai, kondisi ini kemudian menjadi salah satu penghambat untuk bisa mendongkrak geliat investasi di hulu migas. "Sekarang pendanaan beralih ke pendanaan hijau. Perusahaan besar migas itu sulit sekali mendapatkan pendanaan," ujar Tutuka saat ditemui di Kementerian ESDM, Rabu (20/7/2022).
Tutuka pun tak menampik jika target 1 juta barel memang menghadapi jalan terjal. Meski ia menilai, target tersebut tetap perlu diupayakan mengingat kebutuhan domestik saat ini masih bertumpu pada sektor migas.
"Terus terang saja, ini memang kondisi yang penuh tantangan," ujar Tutuka.
Tutuka juga menjelaskan, dari sisi dalam negeri pun pengembangan hulu migas masih kalah saing dibandingkan negara lain seperti Thailand maupun Malaysia. Sebab, kata Tutuka dari sisi pengembalian modal investasi atau IRR di Indonesia masih berkisar 10-11 persen saja.
"Padahal negara lain, IRR-nya bisa sampai 20 persen. Kita terus terang saja kondisi kita saat ini kita kurang menarik bagi investor," ujar Tutuka.
Tutuka juga menjelaskan saat ini indeks kompetitifnes investasi di Indonesia juga masih rendah dibandingkan negara tetangga. Untuk itu memang perlu ada perombakan regulasi dan upaya extra untuk bisa menarik investasi di hulu migas.
"Misal saat ini kami sudah membagi split itu gak 85:15 lagi tetapi kita sudah turun ke 80, bahkan ada yang 50:50. Ini kita lakukan agar semakin menarik bagi investor," ujar Tutuka.
Meski di tengah kondisi yang simalakama, namun Kementerian ESDM tetap membuka lelang Wilayah Kerja (WK) Migas. Pada lelang tahap pertama ini, ESDM menawarkan 6 WK Migas. Lelang dibuka hingga 6 September mendatang.
"Ini tetap harus kita lakukan untuk bisa mengejar target produksi. Kalau kita gak nambah discovery baru masa iya kita mau impor terus. Kita tetap harus melakukan ini semua," ujar Tutuka.