Kamis 21 Jul 2022 03:16 WIB

Politikus Golkar Wanti-Wanti Pilih Capres Non-Parpol Bermodal Popularitas

Sosok capres yang bukan merupakan kader partai politik akan menyulitkan kerja partai.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Wakil Sekjen Partai Golkar Maman Abdurrahman
Foto: partaigolkar.or.id
Wakil Sekjen Partai Golkar Maman Abdurrahman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Golkar Maman Abdurrahman mengatakan, ketokohan individual memang menjadi modal penting untuk berkontestasi dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Namun, dia juga mengimbau, partai politik berhati-hati dalam menunjuk sosok calon presiden (capres) yang bukan kader dan hanya bermodalkan popularitas tinggi.

"Kita harus hati-hati pada saat kita sekedar, kita memilih calon yang sekedar populer saja. Akhirnya idealisme yang dimiliki si calon, si presiden terpilih nanti mau tidak mau harus sedikit digeser, karena harus dibangun kompromi," ujar Maman dalam diskusi yang digelar Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC), Rabu (20/7).

Menurutnya, sosok capres yang bukan merupakan kader partai politik akan menyulitkan kerjanya jika terpilih sebagai presiden. Pasalnya, mereka tak memiliki nilai tawar politik ketika melakukan konsolidasi untuk pemerintahannya nanti.

Sebab, pemilik tiket atau saham paling besar dalam Pilpres 2024 adalah partai politik. Hal inilah yang membuat presiden terpilih yang bukan kader partai politik akan terpaksa berkompromi untuk mengakomodasi pihak lain yang mendorong dan mendukungnya maju sebagai presiden.

"Saya memiliki kritik tersendiri terhadap mereka-mereka, istilah saya free rider lah. Ini banyak contoh kasus, bahwa dia bukan figur partai, kita dukung. Setelah jadi, cenderung akhirnya bergeser dari idealisme-idealisme amanah partai," ujar Maman.

Di samping itu, dia mengkritik, sosok-sosok tak berpartai yang hanya bermodalkan popularitas dan elektabilitas tinggi. Ketika sosok itu ditunjuk oleh partai politik dan terpilih, mereka kerap melupakan partai yang telah mengusungnya.

"Pada saat sudah dapat partai, sudah jadi, terkesan cenderung akhirnya mengabaikan positioning partai sebagai salah satu alat formal untuk mencalonkan," ujar Maman.

Karenanya, salah satu solusinya adalah memasangkan tokoh yang populer tersebut dengan kader partai politik di Pilpres 2024. Dengan begitu keduanya memiliki modal yang baik dalam menjalankan pemerintahannya, karena memiliki modal politik dan elektoral.

"Kita ketemu yuk pada satu titik kompromi, kita satukan antara figur partai dengan figur non partai. Pertanyaannya di mana titik temunya? Titik temunya siapapun yang menjadi presiden Republik Indonesia ke depan terpilih tidak boleh lagi harus terganggu waktunya untuk melakukan konsolidasi politik dan adaptasi politik," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR itu.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement