Selama 2022, Penyakit Leptospirosis di DIY Capai Puluhan Kasus
Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Leptospirosis | Foto: youtube
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penyakit leptospirosis di DIY pada 2022 mencapai puluhan kasus. Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY mencatat kasus leptospirosis selama 2022 ini sudah mencapai 81 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY, Pembayun Setyaningastutie mengatakan, puluhan kasus tersebut tersebar di lima kabupaten/kota se-DIY. Tertinggi dilaporkan di Kabupaten Bantul yakni 34 kasus.
"Di Gunungkidul dilaporkan 19 kasus dan di Sleman dilaporkan 18 kasus. Sedangkan di Kota Yogyakarta dilaporkan enam kasus dan empat kasus Kulonprogo," kata Pembayun kepada Republika, Rabu (20/7/2022).
Dari puluhan kasus yang sudah tercatat tersebut, juga dilaporkan beberapa di antaranya yang meninggal dunia. Kematian leptospirosis di DIY pada 2022 ini tercatat masih di bawah 10 kasus.
Pembayun belum dapat menjelaskan secara detail dari kematian ini. Pihaknya masih harus mengonfirmasi lebih lanjut apakah kasus leptospirosis yang dilaporkan meninggal dunia tersebut sempat mendapatkan perawatan atau tidak, atau karena diagnosa yang terlambat.
"Mengenai data meninggal, masih perlu audit kasus dan konfirmasi dari masing-masing kabupaten/kota," ujar Pembayun.
Pembayun menjelaskan, jika dibandingkan dengan 2020, kasus leptospirosis tahun ini turun. Pasalnya, pada 2020 lalu kasus leptospirosis di DIY mencapai 169 kasus dengan kematian hampir 20 kasus.
"Sedangkan di 2021 distribusi kasus leptospirosis di DIY mencapai 79 kasus dengan kematian di bawah 10 kasus," jelasnya.
Pembayun pun meminta agar masyarakat mengenali gejala-gejala dari penyakit ini. Untuk kasus yang baru dinyatakan suspek, katanya, akan disertai dengan gejala demam akut dengan atau tanpa sakit kepala yang disertai nyeri otot.
"Harus diwaspadai juga gejala malaise dan atau conjunctival suffusion, serta ada riwayat terpapar lingkungan yang terkontaminasi leptospirosis dalam dua minggu sebelumnya," kata Pembayun.
Untuk kasus yang sudah dinyatakan probable, Pembayun menjelaskan, yakni kasus suspek dengan disertai minimal dua gejala dari beberapa gejala yang ada. Mulai dari nyeri betis, batuk dengan atau tanpa darah, sesak nafas, ikterik, manifestasi pendarahan, anuria-oliguria, aritmia jantung dan ruam kulit.
"Selain itu, kasus probable yakni dari kasus suspek dengan hasil RDT leptospirosis positif, dan atau disertai trombositopenia, leukositosis, proteinuria dan atau hematuria, peningkatan bilirubin dan peningkatan amylase/CPK," katanya.
Sedangkan, untuk kasus yang terkonfirmasi positif leptospirosis yakni didapat dari kasus suspek atau probable yang disertai hasil PCR positif.
Sementara itu, Kepala Seksi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu juga meminta masyarakat untuk mewaspadai leptospirosis. Dari enam kasus yang sudah ditemukan di Kota Yogyakarta selama 2022 ini, dua diantaranya meninggal dunia.
Ia menyebut, kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan terkait dengan penyakit ini. Terlebih, penyakit ini tidak selalu menunjukkan gejala.
Endang turut meminta masyarakat mengetahui gejala dari leptospirosis, seperti demam, pusing dan nyeri otot. “Ini mirip sekali dengan DBD, meskipun demamnya lebih tinggi DBD. Biasanya lebih spesifik ke otot betis nyerinya, ada juga kekuningan di mata tapi itu jarang ditemukan,” kata Endang.
Jika ditemukan adanya gejala meskipun tidak berat, katanya, masyarakat diharapkan segera memeriksakan kesehatan ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdekat.
“Kalau sakit segeralah ke faskes, tidak semua faskes aware untuk leptospirosis. Gejala awal tidak terlalu menjadi perhatian, itu yang jadi perhatian kita karena sejak pandemi (Covid-19) hampir semua faskes fokus ke Covid-19,” ujar Endang.