Pakar IT UGM: Sanksi Pemblokiran Pelanggar Regulasi PSE Sudah Tepat
Red: Fernan Rahadi
Sejumlah platform Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) (ilustrasi). | Foto: pixabay
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar teknologi informasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Ridi Ferdiana menilai sanksi pemblokiran oleh pemerintah bagi pelanggar regulasi terkait pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat sudah tepat.
"Pemerintah sudah melakukan hal yang tepat untuk menegakkan regulasi dan tatakelola layanan sistem elektronik," ujar Ridi Ferdiana saat dihubungi di Yogyakarta, Rabu (21/7/2022).
Menurut dia, perusahaan PSE multinasional seperti Google, Meta, Twitter, dan Whatsapp yang layanannya banyak digunakan masyarakat Indonesia wajib kooperatif dengan mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia. "Juga memberi masukan terkait best practice suntuk sama-sama membangun regulasi Indonesia lebih baik," kata dia.
Ridi menuturkan tujuan dari kewajiban PSE adalah mendata serta melakukan tatakelola layanan elektronik agar memiliki dasar yang baik. Pada saat sistem informasi berbasis elektronik menjadi hal yang pervasive atau menyatu dalam kehidupan sehari-hari maka, kata dia, pengaturan tersebut menjadi sangat penting.
"Kita ketahui bahwa setiap pagi, setiap hari, setiap jam banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan layanan Google, Meta, Twitter, Whatsapp, dan sebagainya," ucap dia.
Meski demikian, menurut Ridi, hal terpenting adalah memastikan audiensi terhadap perusahaan yang terkait sudah dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, ujar dia, pemerintah harus memberikan penyuluhan kepada perusahaan agar peraturan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dapat dilaksanakan dengan baik, fleksibel, dan tidak merugikan banyak pihak.
"Terlepas dari itu semua, pemerintah juga harus menyediakan sistem yang andal dalam pendaftaran perusahaan PSE," kata dia.
Penegakan aturan itu, ujar dia, perlu diimbangi dengan keandalan sistem PSE dalam menerima pendaftaran sehingga efisien dan tidak menyulitkan perusahaan. Sinergi aturan pemerintah dan lingkungan yang nyaman dalam berbisnis, menurut dia, akan mendorong kasus-kasus pemblokiran tidak terjadi.
Migrasi layanan
Sementara itu, apabila pelanggaran terjadi dan kemudian dijatuhkan sanksi pemblokiran, menurut dia, kemungkinan besar bakal muncul sejumlah dampak, salah satunya transaksi ekonomi yang menurun.
"Sebagai contoh saja, pengguna WA (WhatsApp) adalah 88,7 persen populasi di Indonesia bahkan Indonesia tiga besar di dunia. Jika 10 persen saja melakukan transaksi ekonomi melalui WA maka dapat dibayangkan berapa potensi perekonomian yang terhenti," tutur dia.
Dampak berikutnya, lanjut Ridi, yakni perusahaan PSE lain akan berlomba mendaftarkan diri untuk mendaftarkan layanan. Selain itu, ia memperkirakan bakal terdapat migrasi layanan privat dari satu layanan ke layanan yang serupa, misalnya, dari Google ke Microsoft dan dari WA ke Telegram.
"Ini tidak dapat dihindari karena layanan tersebut saat ini menjadi vital dan bagian dari kehidupan," kata Ridi Ferdiana.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika menetapkan Rabu (20/7/2022) sebagai batas akhir pendaftaran penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup privat yang mana registrasi tersebut bisa dilakukan di situs resmi Online Single Submission (OSS) oss.go.id kemudian situs layanan.kominfo.go.id.
Kominfo memberikan tenggat waktu hingga 20 Juli, untuk pendaftaran PSE lingkup privat. Mulai 21 Juli, Kominfo akan memberikan sanksi pada PSE yang belum mendaftar. Pada tahap pertama, sanksi yang diberikan adalah teguran tertulis. Jika sampai tenggat waktu PSE masih terkendala mendaftar, Kominfo membuka kesempatan untuk mengirimkan pendaftaran secara manual.