REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencabut label 'Disinformasi' terhadap berita terkait bahaya kandungan zat kimia Bisfenol A (BPA) pada kemasan plastik keras (polikarbonat) air minum dalam kemasan (AMDK). Label 'Disinformasi' berdasarkan atas permohonan penurunan konten dari Direktur Siber Obat dan Makanan BPOM kepada Direktur Pengendalian Informatika pada 8 Juni 2022.
Menurut rilis resmi klarifikasi di laman Kemenkominfo, sejak 3 Januari 2021, Kemenkominfo di laman resminya melabeli berita tentang bahaya zat kimia BPA pada galon plastik keras sebagai 'Disinformasi'. Padahal, BPOM sebagai lembaga yang berwenang menilai mutu, keamanan, dan kesehatan pangan, telah menyatakan kekhawatirannya terhadap tingkat paparan BPA pada AMDK galon plastik keras.
BPOM bahkan telah menyusun rancangan peraturan pelabelan BPA pada AMDK galon plastik keras. Rancangan peraturan ini disusun BPOM setelah melakukan survei atau pengawasan terhadap AMDK galon, baik di sarana produksi maupun peredaran, selama 2021-2022.
Hasil pengawasan lapangan BPOM menemukan 3,4 persen sampel di sarana peredaran tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA, yakni 0,6 bpj (bagian per juta). Lalu ada 46,97 persen sampel di sarana peredaran dan 30,91 persen sampel di sarana produksi yang dikategorikan 'mengkhawatirkan', atau migrasi BPA-nya berada di kisaran 0,05 bpj sampai 0,6 bpj.
Ditemukan pula lima persen di sarana produksi (galon baru) dan 8,67 persen di sarana peredaran yang dikategorikan 'berisiko terhadap kesehatan' karena migrasi BPA-nya berada di atas 0,01 bpj. Selain mengawasi AMDK galon di lapangan, BPOM mempertimbangkan tren pengaturan BPA di luar negeri.
"Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberi informasi yang benar dan jujur, BPOM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik dengan melakukan revisi peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan," demikian keterangan Kepala BPOM, Penny K Lukito dalam rilis resmi BPOM dikutip di Jakarta, Kamis (21/7/2022).
Pada 2018, misalnya, Uni Eropa menurunkan batas migrasi BPA yang semula 0,6 bpj menjadi 0,05 bpj. Beberapa negara, seperti Prancis, Brasil, serta negara bagian Vermont dan Distrik Kolumbia di Amerika Serikat (AS) bahkan telah melarang penggunaan BPA pada kemasan pangan, termasuk AMDK. Negara bagian California, AS mengatur pencantuman peringatan label bahaya BPA pada kemasan produk pangan olahan.
Di Indonesia, BPOM menempuh cara yang lebih moderat. Menurut Penny, rancangan peraturan pelabelan BPA hanya mengatur kewajiban pencantuman tulisan cara penyimpanan, seperti “Simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam” serta pencantuman label “Berpotensi mengandung BPA” pada produk AMDK yang menggunakan kemasan plastik keras (polikarbonat).
Selain itu, peraturan itu mengecualikan produk-produk AMDK yang, dari hasil analisisnya, mampu membuktikan bahwa migrasi BPA-nya berada di bawah 0,01 bpj. Dengan demikian, menurut Penny, rancangan peraturan pelabelan BPA sama sekali tidak melarang penggunaan kemasan galon polikarbonat, sehingga dapat dipastikan tidak ada potensi kerugian ekonomi bagi pelaku usaha.