REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saiful Mujani Reseach Center (SMRC) kembali mengeluarkan survei terkait pluralisme dan Pancasila di warga Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Hasil survei yang dilakukan SMRC ini menunjukkan mayoritas warga NU dan Muhammadiyah tak setuju bila kehidupan beragama dan berbangsa disamakan dengan syariat Islam.
Pengamat Sosial Politik dan pendiri SMRC, Saiful Mujani, mengatakan NU dan Muhammadiyah telah memberi ruang bagi tumbuhnya pluralisme keagamaan di Indonesia. Hal itu dia sampaikan pada program Bedah Politik episode “Siapa Berpandangan Sila Ketuhanan Maha Esa Hanya Menurut Islam?” pada Kamis, (21/7/2022).
“NU dan Muhammadiyah ini menarik. Umumnya mereka (anggota NU dan Muhammadiyah) tidak melihat Ketuhanan Yang Maha-Esa itu harus sesuai dengan ajaran Islam saja, tapi harus terbuka bagi semua agama,” kata Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri, Jakarta, tersebut.
Saiful menunjukkan data survei SMRC pada Mei 2022, dimana umumnya warga yang mengaku anggota NU sebesar 58 persen tidak setuju dengan pandangan kehidupan berbangsa dan bernegara harus berdasar pada Ketuhanan Yang Maha-Esa, sebagaimana diyakini hanya oleh umat Islam. Anggota NU yang setuju dengan pandangan itu 39 persen.
Begitu pula, klaim dia, dengan anggota Muhammadiyah. Warga Muhammadiyah juga memiliki kecenderungan yang sama, 58 persen yang tidak setuju dan 42 persen yang setuju. Sementara yang aktif di organisasi masjid, 51 persen setuju, 47 persen tidak setuju. Yang mengaku anggota majelis taklim, 52 persen setuju dan yang tidak setuju 44 persen.
Baca juga: Bukti-Bukti Meyakinkan Mualaf Gladys Islam adalah Agama yang Paling Benar
Saiful melanjutkan kecenderungan yang sama dari NU dan Muhammadiyah juga tampak dalam aspek yang berkaitan dengan penerjemahan sila pertama dalam hukum.
"Ada 71 persen anggota NU yang tidak setuju jika ketuhanan yang maha esa diterjemahkan ke dalam hukum yang hanya berlaku bagi orang yang beragama Islam, yang setuju 26 persen," paparnya.
"Sementara anggota Muhammadiyah yang tidak setuju dengan pandangan itu 73 persen, yang setuju 27 persen. Anggota organisasi masjid dan majelis taklim juga mayoritas tidak setuju (68 dan 63 persen)," katanya melanjutkan.