REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMA IT) Ukhuwah menjadi satu-satunya sekolah swasta yang berstatus sekolah penggerak di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Di dalam proses pembelajaran, SMA IT Ukhuwah didukung tenaga pendidik yang sudah berstatus guru penggerak, yang dapat merancang pembelajaran yang lebih menyenangkan bagi siswa dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
"Seperti melakukan pembelajaran yang berdiferensiasi. Sehingga dia bisa merancang pembelajaran yang lebih senang bagi siswa dan sesuai dengan kebutuhan mereka," ujar Risma Yuhani, salah satu guru penggerak yang dimiliki SMA IT Ukhuwah, saat ditemui di sekolahnya di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (21/7/2022).
Lewat program guru penggerak yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) itu, dia mengaku mendapatkan pemahaman mengenai filosofi pendidikan dari tokoh Ki Hadjar Dewantara. Dia diingatkan kembali bahwa pembelajaran haruslah menyenangkan, yang dapat membuat para murid merasa aman dan nyaman ketika belajar.
"Misalnya pembelajaran mesti menyenangkan, sehingga anak merasa aman, nyaman ketika belajar," jelas dia.
Sebagai guru penggerak, dia menerapkan proses refleksi dalam proses pembelajaran. Di mana proses tersebut dilakukan di setiap akhir pembelajaran terhadap para peserta didik. Mereka akan ditanya tentang hal apa saja yang sudah didapatkan dari pembelajaran hari itu hingga apa yang diinginkan untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya.
"Di sini anak-anak merasa bebas untuk menyampaikan apa yang mereka inginkan, pendapat mereka tanpa takut benar atau salah, karena itu sesuai dengan mereka. Jadi yang kritis bisa terfasilitasi, yang perlu dibimbing bisa dengan nyaman mendapat bimbingan kembali," kata Risma.
Menurut dia, dalam proses menjadi guru penggerak, dia diberikan pemahaman tentang pentingnya pembelajaran berdiferensiasi dan berdampak pada anak. Guru penggerak, kata dia, dibimbing untuk dapat membuat program yang bisa berpihak kepada murid. Setelah melalui semua itu, guru penggerak didorong untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran.
"Kita jadi tertantang membuat konten yang berpihak pada murid. Kita buka lagi program dan inovasinya apa. Teman-teman mendukung agar terlaksana inovasi dalam pembelajaran," tutur dia.
Muhammad Fari Hanif, siswa kelas XIII SMA IT Ukhuwah, menilai guru-guru penggerak yang ada di sekolahnya memiliki ide-ide cemerlang untuk membahagiakan murid-muridnya dalam belajar. Dia merasakan keterbukaan atau kebebasan dalam proses belajar mengajar yang dihadirkan oleh guru penggerak di sekolahnya.
"Di sini lebih terbuka untuk murid-muridnya. Bisa menjelaskan lebih baik, ada gambarannya, ada juga pelajaran dan sangat membantu untuk memberikan murid-muridnya sosialisasi dan juga ide-ide inspiratif dan motivasi," terang Hanif.
Siswa yang sudah mengikuti pembelajaran dengan kurikulum merdeka pada tahun pertamanya itu mengaku bisa lebih banyak berdiskusi dengan teman-temannya. Bahkan, diskusi dapat dilakukan dengan teman yang kelasnya berbeda dengan dia dan siswa perempuan, yang memang dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolahnya. Dia mengaku dapat menemukan teman baru dengan proses belajar seperti itu.
Terkait sekolah penggerak dan kurikulum merdeka, dia mengaku menyukai program tersebut. Sebab, proses belajar dengan proyek tertentu yang dia ikuti dapat membuatnya mendapatkan pengalaman baru. Lewat proyek tersebut dia juga merasakan kegiatan anti-mainstream yang dapat memberikan ide-ide baru kepada siswa.
"Seperti proyek pertama itu ada membuat baju kaos dari tumbuhan, yang itu sangat kreatif. Menurut saya itu anti-mainstream sih. Sangat memberikan aktivitas baru, ide-ide baru," kata dia.
Namun, di balik semua itu, dia juga memiliki kekhawatiran, yakni terkait seleksi masuk perguruan tinggi. Sekolahnya yang menggunakan kurikulum merdeka berbeda dengan sekolah-sekolah lain yang masih menggunakan kurikulum 2013. Dia berharap pemerintah dapat lekas membuat kebijakan terkait seleksi perguruan tinggi bagi sekolah yang menerapkan kurikulum merdeka dalam proses belajar.
"Untuk kurikulum merdeka ini evaluasinya kan cuma satu kali ya, yaitu di proyek sama yang di akhir tahun. Kalau di sekolah lain kan yang kurikulum 2013 hampir setiap tengah semester ada ulangannya. Nah dari situ bisa kita bisa melihat nilai-nilai kami. Sedangkan di sini kami hanya bisa melihat pada satu tahun sekali saja," kata dia.