Pertanian Terpadu Alternatif Solusi untuk Ketahanan Pangan
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pertanian Terpadu Alternatif Solusi untuk Ketahanan Pangan. | Foto: ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Revolusi hijau yang muncul pada 1960-an terbukti tidak mampu memecahkan masalah pangan global secara tuntas, malah berdampak ke degradasi lingkungan dan mengancam keberlanjutan ekosistem. Muncul ide-ide baru sustainable agriculture.
Antara lain sistem pertanian ramah lingkungan, sistem pertanian berkelanjutan, pertanian organik, agroforestry, wanatani, LEISA dan sistem pertanian terpadu. Ini mengemuka dalam Podcast Seri 6: Ketahanan Pangan Berbasis Integrated Farming.
Podcast diselenggarakan PPSDM Kemendagri Regional Yogyakarta. Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Bambang Suhartanto mengatakan, kekuatan ketahanan sebuah negara harus disokong ketahanan pangan yang handal.
"Tanpa itu, ketahanan negara akan rapuh dan dapat mempengaruhi kedaulatan negara ," kata Bambang, Rabu (13/7/2022).
Data penduduk Indonesia 2022 mencapai 279 juta orang, dengan kepadatan 146 orang per kilometer. Hal ini mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan dalam negeri. Ia merasa, integrated farming jadi alternatif solusi wujudkan ketahanan pangan.
Dimungkinkan karena sistem pertanian ini mengutamakan faktor ekologi, ekonomi, energi dan sosial secara bersama-sama, seimbang, untuk kehidupan berkelanjutan. Apalagi, Indonesia memiliki biodiversitas tanaman pangan yang terbilang tinggi.
Namun, Bambang menilai, SDM yang rendah sektor pertanian jadi hambatan berarti. Sebab, profesi petani belum menarik minat generasi muda karena dirasa tidak menjanjikan. Selain harga fluktuatif, juga karena stok berlimpah saat panen.
Bambang menyampaikan beberapa saran agar ketahanan pangan bisa terwujud. Pertama petani harus didukung teknologi pengolahan hasil/pasca panen agar meningkatkan harga jual komoditas. Kedua, pemerintah perlu memberi penguatan ke petani kecil.
"Melalui wadah koperasi maupun dukungan kelembagaan yang lain secara hulu hilir ," ujar Bambang.
Ketiga, bonus demografi harus dimanfaatkan meningkatkan kapasitas produksi pertanian. Keempat, SMK atau sekolah vokasi harus disesuaikan potensi yang dimiliki setiap daerah baik pertanian, perikanan, peternakan dan lain-lain.
"Kelima, perlunya menumbuhkan jiwa wirausaha bidang pertanian bagi kaum muda usia produktif dengan pemanfaatan teknologi informasi dan modernisasi pertanian ," kata Bambang.