Kamis 21 Jul 2022 21:09 WIB

ADB Naikkan PE Indonesia, Ekonom: Masih Terlalu Prematur

Ekonom Celios menilai terlalu dini menyebut ekonomi Indonesia bisa meraih windfall

Rep: Novita Intan / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Suasana gedung perkantoran di ibu kota terlihat dari kawasan Gondangdia, Jakarta. Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,2 persen. Hal ini didorong permintaan dalam negeri yang masih baik dan pertumbuhan ekspor yang stabil.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Suasana gedung perkantoran di ibu kota terlihat dari kawasan Gondangdia, Jakarta. Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,2 persen. Hal ini didorong permintaan dalam negeri yang masih baik dan pertumbuhan ekspor yang stabil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,2 persen. Hal ini didorong permintaan dalam negeri yang masih baik dan pertumbuhan ekspor yang stabil.

Menanggapi hasil riset lembaga keuangan dunia tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai ekonomi Indonesia dalam jangka panjang didorong oleh harga komoditas.

“Hanya saja yang menjadi catatan jika bergantung terhadap windfall harga komoditas, apalagi komoditas saat ini memiliki ketidakpastian bahkan koreksi turun berimbas terhadap kemampuan negara untuk menahan harga subsidi BBM maupun tarif listrik dan LPG. Jadi sebenarnya masih terlalu prematur ekonomi Indonesia bisa menikmati windfall itu sampai akhir tahun ini,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Kamis (21/7/2022).

Menurutnya saat ini beberapa aktivitas masyarakat kembali mengalami pengetatan. Hal ini turut berimbas terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun ini.

“Dari segi pandemi, menjadi batasan karena ke mall saja sudah pakai booster jadi mobilitas masyarakat yang mulai normal kembali dihambat dengan pengetatan berbagai aturan. Kemudian dari siklus belanja pemerintah yang masih ditumpuk, pencairan realisasi anggaran sampai akhir tahun,” ucapnya.

Sementara itu Deputy Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2022 sebesar 5,5 persen secara year on year (yoy). Menurutnya pertumbuhan ini didorong oleh momentum libur lebaran yang membuat mobilitas masyarakat relatif meningkat dan aktivitas mudik yang membuat pergerakan transportasi meningkat signifikan.

"Pergerakan orang dan transportasi selama kuartal II relatif meningkat dan menuju normal, dibanding kuartal II tahun lalu," ucapnya.

Apabila pertumbuhan ekonomi kuartal II mencapai angka itu, lanjut dia, akan muncul optimisme perekonomian yang berpengaruh terhadap kurs rupiah, indeks harga saham gabungan (IHSG), indeks keyakinan konsumen dan indeks tendensi bisnis. 

"Pengaruhnya ke optimisme perekonomian," ucapnya.

Namun, dia tidak memungkiri kedepan tetap akan ada risiko ekonomi dari peningkatan angka inflasi. Hal ini bisa berasal dari inflasi komponen bergejolak, inflasi inti serta inflasi harga-harga yang diatur oleh pemerintah.

Selain itu, menurut dia, nilai tukar rupiah ke depan masih akan menghadapi tekanan seiring agresivitas kenaikan suku bunga oleh The Fed. Lalu, risiko resesi global juga dapat menurunkan permintaan ekspor.

"Meskipun Indonesia kemungkinan tidak akan mengalami resesi pada tahun ini," ucapnya.

Tak hanya ADB, Dalam laporan Indonesia Economic Prospects, Bank Dunia pada Juni 2022  memperkirakan ekonomi Indonesia bisa tumbuh melambat sebesar 4,6 persen pada 2022 dan 4,7 persen pada 2023. Hal ini imbas tekanan ekonomi global. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement