REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengingatkan anak Indonesia masih dalam kondisi darurat menjelang peringatan Hari Anak Nasional (HAN) pada Sabtu 23 Juli 2022 mendatang. Sebab, Komnas PA mencatat masih banyak anak yang jadi korban perbudakan seks, korban kekerasan, kejahatan seksual, hingga ditelantarkan.
"Bersamaan hari anak nasional yang jatuh pada 23 Juli 2022 besok, kondisi anak Indonesia sampai saat ini masih dalam kondisi darurat," ujar Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (21/7/2022).
Arist menambahkan, banyak anak-anak yang menjadi korban perbudakan seks, dipekerjakan di jalan sekalipun masih menghadapi Covid-19. Kemudian, banyak anak yang jadi korban penelantaran dimana-mana, bahkan angkanya cukup signifikan dan cukup tinggi.
Selain itu Arist menyebutkan ada pula anak yang jadi korban kekerasan yang dilakukan orang terdekat, baik itu orang tua, orang tua kandung, orang tua sambung, kakek dan seterusnya. Misalnya anak terpaksa meregang nyawa oleh ibunya sendiri yang menggorok leher buah hatinya sendiri.
Tak hanya itu, ia mengingatkan banyak juga anak-anak yang mengalami kejahatan seksual termasuk sodomi, rudapaksa, hubungan sedarah, termasuk tindakan mesum anak bawah umur yang terjadi di Padang, Sumatra Barat. "Angka ini terus meningkat," ujarnya.
Bahkan, Komnas PA melihat tindakan seksual bukan hanya dilakukan oleh orang tua melainkan juga anak-anak. Anak-anak tidak hanya melakukan kejahatan seksual terhadap sesamanya atau orang dewasa. Ia menyontohkan di Semarang, Jawa Tengah, ayah kandung melakukan rudapaksa pada putrinya berumur 8 tahun sampai meninggal dunia dan rudapaksa kejahatan seks dengan hewan seperti kucing di Tasikmalaya, Jawa Barat hingga kambing.
"Ini menunjukkan darurat pelanggaran terhadap anak," katanya.
Bersamaan dengan hari anak nasional, Arist meminta fakta ini harus menjadi refleksi semua, termasuk pemerintah, masyarakat, tokoh-tokoh agama, lembaga pendidikan termasuk kalangan kampus yang harus betul-betul jadi perhatian. Sebab, pihaknya menilai para pelaku perlindungan anak Indonesia belum ditempatkan sebagai wujud partisipasi masyarakat yang dihargai pemerintah.