REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan berencana untuk mencabut larangan yang sudah berlaku selama puluhan tahun atas akses publik ke televisi, surat kabar, dan media Korea Utara. Keputusan ini sebagai bagian dari upaya Seoul untuk mempromosikan sikap saling pengertian di antara kedua wilayah yang bertetangga.
Dalam laporan kebijakan kepada Presiden baru Yoon Suk-yeol pada Jumat (22/7/2022), Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengatakan, akan secara bertahap membuka pintu bagi siaran, media, dan publikasi Korea Utara. Tindakan ini untuk mencoba meningkatkan saling pengertian, memulihkan identitas nasional Korea, dan mempersiapkan penyatuan di masa depan.
Terbagi di sepanjang perbatasan yang paling dijaga ketat di dunia sejak 1948, kedua Korea melarang warganya mengunjungi wilayah masing-masing dan bertukar panggilan telepon, surel, dan surat. Bahkan kedua negara memblokir akses ke situs web dan stasiun televisi masing-masing.
Untuk memulai langkah baru, menurut pejabat Kementerian Unifikasi, Seoul akan memulai dengan mengizinkan akses ke siaran Pyongyang untuk mencoba mendorong negara tersebut mengambil langkah serupa. Kementerian Unifikasi Korea Selatan menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut tentang keputusan baru itu dan mengatakan rencana ini masih didiskusikan dengan otoritas terkait di Korea Selatan.
Profesor riset Konkuk University di Seoul Jeon Young-sun mengatakan, Korea Utara tidak mungkin membalas tindakan yang sudah diambil Korea Selatan. Aliran konten budaya dan media Korea Selatan dinilai akan menimbulkan ancaman yang sangat besar bagi kepemimpinan otoriter Korea Utara.
Korea Utara diperintah oleh tiga generasi keluarga Kim sejak berdiri pada 1948. Pyongyang secara ketat membatasi akses informasi luar untuk warganya. Meskipun banyak pembelot mengatakan, mereka menonton program televisi Korea Selatan dengan cara selundupan saat tinggal di Utara.
Pada 2014, pasukan Korea Utara melepaskan tembakan ketika aktivis Korea Selatan meluncurkan balon yang membawa USB berisi informasi tentang dunia luar dan selebaran yang mengkritik keluarga Kim ke wilayah Korea Utara. Terlebih lagi, hubungan antara kedua Korea tetap tegang karena uji coba rudal Korea Utara tahun ini.
Yoon mengatakan, akan mengambil sikap lebih keras terhadap provokasi Korea Utara. Namun, presiden Korea Selatan mengaku, memiliki rencana yang berani untuk meningkatkan ekonomi Korea Utara jika negara itu meninggalkan senjata nuklirnya.
Terlepas dari kemungkinan keengganan Korea Utara untuk membalas tindakan yang diambil Korea Selatan, menurut Jeon, Korea Selatan perlu melonggarkan larangannya terhadap media Korea Utara. Hal ini mempertimbangkan pembatasan telah menyebabkan ketergantungan pada orang asing dan pemerintah lain untuk mengumpulkan informasi terkait Korea Utara. Dia mengklaim telah terjadi peningkatan bahaya memperoleh informasi yang menyimpang tentang Korea Utara.
Hingga saat ini belum jelas tanggapan para aktivis anti-Korea Utara di Korea Selatan akan bereaksi terhadap langkah pemerintah tersebut. Jeon mengatakan, ada sedikit kemungkinan langkah itu akan mempromosikan sentimen pro-Korea Utara.
Korea Selatan merupakan ekonomi terbesar ke-10 di dunia dan merupakan kekuatan budaya global. Menurut perkiraan Korea Selatan, produk domestik bruto nominalnya pada 2019 adalah 54 kali lebih besar dari Korea Utara.
Beberapa pengamat mengatakan, larangan itu harus dicabut dalam proses langkah diskusi tentang konten Korea Utara yang akan diizinkan terlebih dahulu. Cara mengakses pun harus diberikan kepada publik Korea Selatan.
Meskipun secara resmi ilegal untuk menonton atau membaca media Korea Utara di Korea Selatan, pihak berwenang jarang menindak para ahli, jurnalis, dan lainnya yang menggunakan jaringan pribadi virtual atau server proxy untuk mengakses situs web Korea Utara. Sejumlah besar film, lagu, dan konten Korea Utara lainnya juga tersedia di YouTube, yang dapat diakses di Korea Selatan.