REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semakin malam, suhu di Gunung Bromo kian mendingin, tetapi itu tak menyurutkan penonton Jazz Gunung Bromo 2022 untuk menunggu para penampil di sesi kedua. Sekitar pukul 18.30 WIB, sesi kedua sudah kembali dimulai dengan dibuka oleh Duo Weeger.
Musisi asal Perancis yang masih berusia sekolah menengah atas itu, membawakan enam irama musik jazz dengan klarinetnya. Skill memainkan nada-nada yang meliuk, membuat penonton yang hadir terpana.
Usai penampilan mereka lebih dari satu jam setengah, Pusakata masuk dengan pakaian etnis bersama sulingnya. Penonton yang tadinya masih tidak begitu ramai, mulai memadati area Amphitheatre Bromo, suhu pun mulai mendingin hingga 14 derajat.
Sebagai pembuka penampilannya, ia membawakan dua lagu yang berkaitan, di mana lagu pertama adalah lagu yang ia ciptakan ketika berdamai dengan sang istri berjudul “Kita”, dan lagu ketiga ia ciptakan ketika sedang bertengkar dengan sang istri berjudul “Di Atas Meja”.
“Sebenarnya ini lagu berantem saya sama istri, saya berantem aja bikin lagu, nggak bisa berkata-kata,” ucap Pusakata yang akrab disapa Mas Is itu dalam konser Jazz Gunung Bromo 2022, Jumat (22/7/2022).
Lagu dengan lirik dan nada mendayu ini membuat penonton galau. Mungkin yang datang bersama pasangan akan bergandengan tangan, yang datang sendiri akan merindukan orang terkasih. Dibelai kabut dan dirangkul dingin, musik Pusakata sangat pas mengiringi.
Ia juga memainkan enam lagunya yang lain seperti “Menuju Senja”, “Dunia Batas” yang ia mainkan dengan gitar dan sulingnya, kemudian “Ruang Tunggu” yang menjadi dasar dirinya membuat akun TikTok, “Untuk Perempuan yang Sedang Dalam Pelukan”, “Kehabisan Kata”, dan “Akad”.
“Akad” menjadi lagu gongnya, dan diiringi tepuk tangan penonton yang hadir. “Terima kasih untuk semua orang yang sudah membuat semua ini terjadi. Semoga kalian semua diberkahi kesehatan,” ucap Mas Is sembari pamit.
Dari mendayu, penampilan puncak adalah Blue Fire Project memasuki panggung dengan alat musik tradisional khas Banyuwangi, serta alat musik tradisional lainnya, memainkan irama musik jazz dengan sentuhan rock yang sangat memukau.
Penonton yang sekira remaja era 1980an mulai terbakar semangat, mendengar permainan musik mereka sembari menanti Ahmad Albar dan Ian Antono memasuki panggung. Memainkan musik sekitar 30 menit, tak lama Ian Antono menaiki panggung diiringi Ahmad Albar yang masuk dari sela bangku penonton.
Membuka penampilan dengan “Panggung Sandiwara”, suara Ahmad Albar masih terdengar sangat prima meski usia sudah mencapai 76 tahun. Ia juga membawakan lagu jagoan God Bless lainnya seperti “Kehidupan”, “Semut Hitam”, dan “Rumah Kita”.
Semua penonton bernyanyi bersama dengan mereka, bahkan ada penonton berusia tua yang berjingkrak semangat hingga naik ke atas bangku. Sementara ketika ditutup dengan “Rumah Kita”, beberapa penonton menyalakan flashlight membuat suasana lebih syahdu.