Sabtu 23 Jul 2022 22:36 WIB

98,97 Persen Pelajar di Pulau Jawa Terpapar Iklan Rokok

Hari Anak Nasional harus jadi momen mendorong pelarangan total iklan rokok.

Red: Qommarria Rostanti
Berdasarkan riset Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) bersama IISD pada 2017 yang menunjukkan 98,97 persen pelajar di Pulau Jawa terpapar iklan rokok dan 68,91 persen di antaranya terdorong untuk mencoba setelah melihat iklan. (ilustrasi)
Foto: ABC News
Berdasarkan riset Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) bersama IISD pada 2017 yang menunjukkan 98,97 persen pelajar di Pulau Jawa terpapar iklan rokok dan 68,91 persen di antaranya terdorong untuk mencoba setelah melihat iklan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset Indonesia Institute for Social Development (IISD) menilai Hari Anak Nasional 2022 harus menjadi momentum untuk mendorong pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok. Hal ini dilakukan sebagai upaya melindungi generasi muda agar terhindar jadi perokok pemula.

"Karena iklan, promosi, dan sponsor adalah salah satu faktor yang mempunyai pengaruh signifikan atas pertumbuhan perokok baru," kata Program Manager IISD Ahmad Fanani dalam keterangan, Jakarta, Sabtu (23/7/2022).

Baca Juga

Hal ini berdasarkan riset Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) bersama IISD pada 2017 yang menunjukkan 98,97 persen pelajar di Pulau Jawa terpapar iklan rokok dan 68,91 persen di antaranya terdorong untuk mencoba setelah melihat iklan. Menurut dia, pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai focal point dalam pengaturan penyiaran, sebaiknya dapat mengakomodasi aspirasi pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok untuk membendung gelombang perokok pemula dan menurunkan prevalensi perokok pemula.

"Kemudian penting untuk menjauhkan akses rokok dari anak dan remaja dengan memahalkan harga rokok dan melarang penjualan rokok secara eceran," katanya.

IISD juga mendesak dirumuskannya regulasi yang mengatur rokok elektrik mengingat semakin tingginya penggunaan produk tersebut sementara belum ada regulasi yang mengaturnya. Dia menilai kekosongan regulasi membuat produk rokok elektrik leluasa diedarkan.

Selain itu pihaknya meminta pemerintah segera menuntaskan proses revisi PP 109 tahun 2012. Menurut dia, masih tingginya prevalensi perokok, termasuk perokok anak merupakan bukti regulasi yang ada sekarang tidak cukup kuat sebagai payung hukum pengendalian tembakau.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement