Rabu 27 Jul 2022 03:45 WIB

Menangkal Ancaman Krisis Pangan

Pangan adalah persoalan sangat sensitif.

Red: Joko Sadewo
Seorang warga memanen sayuran sawi pagoda di taman pertanian perkotaan atau urban farming di daerah padat penduduk di kelurahan Sukoharjo, Malang, Jawa Timur, Sabtu (16/7/2022). Pertanian perkotaan di kawasan tersebut dimulai sejak tahun 2020 sebagai upaya pemberdayaan masyarakat sekitar sekaligus menunjang ekonomi dan ketahanan pangan masyarakat setempat.
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Seorang warga memanen sayuran sawi pagoda di taman pertanian perkotaan atau urban farming di daerah padat penduduk di kelurahan Sukoharjo, Malang, Jawa Timur, Sabtu (16/7/2022). Pertanian perkotaan di kawasan tersebut dimulai sejak tahun 2020 sebagai upaya pemberdayaan masyarakat sekitar sekaligus menunjang ekonomi dan ketahanan pangan masyarakat setempat.

Oleh : Fuji Pratiwi, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Gonjang-ganjing invasi Rusia ke Ukraina berbuntut serius. Isunya bukan hanya soal keamanan dunia, tapi sampai urusan perut. Urusan pangan kita.

Setelah invasi Rusia ke Ukraina berjalan, harga serealia, energi, dan bahan baku pupuk naik. Sebab kedua negara terbilang pemasok besar ketiga kelompok komoditas itu. Rambatan kenaikan harga itu ikut terasa sampai ke Indonesia. Terkait itu, pemerintah berkali-kali menekankan ancaman krisis pangan.

Kabar terbaru, Ukraina dan Rusia sepakat mengendurkan ketegangan dan membuka jalan bagi ekspor sejumlah komoditas seperti serealia dan pupuk. Ini sebuah kemajuan yang patut disyukuri. Meskipun, Aljazeera melaporkan, butuh sekitar dua pekan bagi kapal ekspor pertama buat berlayar.

Pangan adalah persoalan sangat sensitif. Orang bisa ngamuk kalau lapar. Uang tidak akan berguna kalau tidak ada barang yang dibeli buat dimakan. Uang juga tidak berguna kalau tanah tidak produktif menghasilkan bahan pangan.

Sadar betapa seriusnya urusan pangan, berbagai upaya dilakukan. Tujuannya satu, mengamankan produksi untuk memenuhi kebutuhan di Tanah Air.

Di beberapa daerah di Jawa, pemerintah daerah mendorong panen padi tiga kali setahun. Di beberapa daerah di Sumatra dan Kalimantan, lahan-lahan tidur diproduktifkan dan pencegahan alih fungsi lahan pertanian digencarkan.

Di wilayah Nusa Tenggara dan Sumatra, produksi tanaman lokal dan tanaman multi manfaat ditingkatkan, seperti sorgum. Gunanya, diversifikasi pangan. Supaya kita tak sepenuhnya bergantung pada beras sebagai sumber karbohidrat.

Warga Jabodetabek juga diimbau memanfaatkan pekarangan rumah untuk bertanam, apapun. Cabai, daun bawang, sayuran, rempah-rempah. Apapun, yang penting produktif.

Selain itu, berbagai intervensi juga dilakukan. Konon, pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi juga diperketat.

Ini bisa kita maklumi. Seiring naiknya harga bahan baku pupuk, penyaluran subsidi tidak boleh sembrono. Sebab, salah sasaran subsidi jelas bikin jebol kas negara. Belakangan ini, pemerintah mengurangi jenis pupuk yang dapat subsidi.

Pemerintah juga memilah produk ekspor komoditas pangan. Pemerintah menekankan, tidak boleh ekspor sebelum pasokan pangan dalam negeri dipastikan aman. Termasuk komoditas utama seperti beras, minyak goreng, telur, dan daging ayam. Meski begitu, kita lumayan bersyukur karena bisa ambil peluang ekspor beberapa komoditas.

Kalau pasokan aman, tentu permintaan juga harus aman kalau mau ekonomi bergerak. Daya beli masyarakat harus dijaga. Buat kelompok masyarakat miskin, subsidi tetap mereka terima. Pasar murah, operasi pasar, sampai minyak goreng curah rakyat dibuat (pemerintah) supaya bahan pangan tetap bisa dijangkau masyarakat.

n Fuji Pratiwi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement