REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Tasikmalaya, Jawa Barat, menyampaikan pentingnya kepedulian sosial selain dalam masyarakat untuk mencegah berbagai masalah perundungan anak di tengah perkembangan teknologi informasi. Kasus perundungan terbaru di Kabupaten Tasimlaya menyebabkan seorang anak meninggal dunia karena depresi.
"Harus ada kepedulian sosial, antartetangga harus menjaga keutuhan, lingkungan harus terjaga dengan baik, kearifan lokal sudah harus dibangun," kata Ketua KPAID Tasikmalaya Ato Rinanto saat dimintai tanggapan terkait upaya pencegahan kasus perundungan anak di Tasikmalaya, Sabtu (23/7/2022).
Kasus perundungan anak di Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, yakni seorang anak yang diduga disuruh melakukan cabul terhadap kucing lalu direkam menggunakan video telepon seluler oleh teman-temannya. Perbuatan perundungan itu, kata dia, menyebabkan korban perundungan yang berusia 11 tahun diduga depresi.
Sang anak tidak mau bergaul, begitu juga makan dan minum hingga akhirnya sakit dan meninggal dunia. Kasus itu, lanjut dia, sudah dilaporkan ke polisi untuk mendapatkan perhatian serius dari semua pihak, termasuk masyarakat.
Perbuatan perundungan tidak bisa dibenarkan dan harus menjadi perhatian masyarakat untuk mengantisipasi kasus serupa. "Ini masalah persoalan bersama, tidak bisa juga menyalahkan pemerintah, tugas pemerintah mendorong agar ini masyarakat punya kepedulian," kata Ato.
Ia menyampaikan kepedulian sosial untuk saling mengawasi dan menjaga anak-anak dari perundungan merupakan salah satu langkah pencegahan dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi yang semua orang mudah mengakses informasi dengan telepon seluler. Anak yang tinggal di perkotaan maupun di kampung, kata Ato, mendapatkan akses informasi atau pun tontonannya sama baik yang bersifat negatif maupun positif.
Namun ketika terjadi permasalahan pada anak dampak dari tontonan negatif itu, lanjut dia, penanganannya jauh berbeda, jika di kota anak akan langsung ditangani dengan fasilitas yang tersedia di kota termasuk mendapatkan penanganan dari psikolog. "Lah kita di desa psikolog saja susah, kalau pun ada mahal, sehingga dari asupan edukasi tidak berimbang ini, jika kontrol kurang maka dia (anak) akan mencari pembenaran," katanya.
Ia berharap, penanganan kasus perundungan anak di Tasikmalaya dapat terungkap fakta-fakta yang membuat anak melakukan perundungan, untuk selanjutnya dilakukan penanganan yang tepat dan tidak lagi terulang pada kemudian hari. KPAID Tasikmalaya, kata Ato, terus melakukan pendampingan hukum termasuk memperhatikan orang tua korban dan juga anak-anak terduga pelaku sudah berada di rumah ramah anak untuk mendapatkan bimbingan.
"Kita dari awal melakukan pendalaman dan pendampingan pelaporan untuk jadi perhatian semua pihak, dan didalami untuk lebih jauh adakah keterlibatan orang dewasa, khawatir ada orang dewasa," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya Iin Aminudin mengatakan adanya kasus perundungan anak yang masih usia pelajar itu menjadi perhatian pemerintah. Ia mengatakan, tidak hanya peran pemerintah salah satunya melalui lembaga pendidikan, melainkan kewajiban semua elemen untuk bersama-sama saling mengawasi agar tidak ada lagi kasus perundungan terhadap anak.
"Ini merupakan kewajiban semua pihak, ya pemerintah, dan dinas pendidikan, ya orang tua, dan juga elemen-elemen masyarakat lain mempunyai kewajiban untuk membentuk karakter yang diimplementasikan perilaku, baik perilaku individu interaksi dengan temannya, interaksi dengan di atasnya, orang tua atau kelompok tertentu," katanya.
Ia menambahkan khusus di Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya saat ini sudah berupaya menginstruksikan semua jajaran kepala sekolah, guru, dan pengawas untuk selalu berusaha menjaga anak-anak dari sesuatu pengaruh buruk. "Makanya isu pendidikan ada tiga, di antaranya itu perundungan, kekerasan seksual, kaitannya intoleransi, ini merupakan tugas besar bidang pendidikan, tapi bukan berarti tugas dinas pendidikan tapi, ini semua tugas kita," katanya.