REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Aminurokhman mendukung wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengizinkan kampanye di kampus atau perguruan tinggi. Menurutnya, kebijakan tersebut dapat menjadi wadah untuk memberikan edukasi politik kepada mahasiswa.
"Karena edukasi politik harus dilakukan setiap saat, kapanpun, tidak hanya menjelang pemilu. Saya pikir harus ada kesadaran dari generasi bangsa ini terlibat langsung dalam konteks demokrasi," ujar Aminurokhman saat dihubungi, Ahad (24/7/2022).
Ia menilai, mahasiswa adalah termasuk kalangan akademisi yang memiliki kapasitas dan intelektual. Pemikiran mereka juga sulit untuk diintervensi oleh pihak lain, khususnya para kandidat dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 untuk menyampaikan visi dan misinya.
"Maka pikiran-pikiran positif tentang politik harus ditransformasikan ke lingkungan kampus melalui kampanye itu. Karena mereka tidak mudah untuk diintervensi, karena mereka memiliki idealisme," ujar Aminurokhman.
Kampus atau perguruan tinggi, jelas Aminurokhman, tidak perlu khawatir dan merasa mereka dipolitisasi dengan wacana dari KPU tersebut. Sebab, para mahasiswa dan akademisi tentu memiliki pandangan kritis terhadap sosok yang diizinkan kampanye di wilayahnya.
"Tinggal sekarang bagaimana lingkungan kampus itu memberikan ruang untuk digunakan. Berarti itu kan otoritas kampus," ujar Aminurokhman.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menegaskan, kegiatan kampanye di lingkungan kampus diperbolehkan. Hasyim menjelaskan, Pasal 280 ayat 1 huruf H Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melarang penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Hasyim menambahkan, penjelasan pasal tersebut menyebutkan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan dapat digunakan untuk kampanye politik jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu. Kampanye juga diperbolehkan atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan.
"Jadi kampanye di kampus itu boleh, dengan catatan apa, yang mengundang misalkan rektor, pimpinan lembaga, boleh," ujar Hasyim.
Namun, pihak kampus yang mengundang juga harus memperlakukan hak yang sama ke seluruh peserta pemilu. Mengenai apakah peserta pemilu memenuhi undangan itu atau tidak, hal tersebut diserahkan ke masing-masing peserta pemilu itu sendiri.
"Misalkan, kampus memberikan jadwal silakan tanggal 1 sampai 16, hari pertama partai nomor 1 dan seterusnya sampai 16, mau digunakan atau tidak kan terserah partai. Tapi intinya memberikan kesempatan yang sama," jelasnya.