REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, sejauh ini belum ada kasus cacar monyet atau monkeypox yang terdeteksi terjadi di Indonesia. Diketahui, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah monkeypox adalah situasi luar biasa yang sekarang telah memenuhi syarat sebagai darurat global.
"Sampai sekarang belum ada kasus (cacar monyet)," kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril kepada Republika, Ahad (24/7/2022).
Meski begitu, pihaknya tengah melakukan pengetatan di pintu masuk negara seperti di kantor kesehatan pelabuhan (KKP), maupun bandara. Wabah ini dilaporkan telah meluas di lebih dari 70 negara.
Syahril menjelaskan, monkeypox pertama kali ditemukan pada monyet di tahun 1958, sedangkan kasus pertama pada manusia terjadi pada tahun 1970 di wilayah Afrika yang akhirnya menjadi penyakit endemik di negara tersebut.
"Endemis itu artinya penyakit itu ada di negara tersebut, tapi enggak banyak. Ada Nigeria, Kongo, ada sekitar 10 negara (endemik). Sejak bulan Mei kemarin (cacar monyet) tersebar di negara-negara bukan endemis di Eropa, Amerika, termasuk Asia dan Singapura," terangnya.
Untuk masa inkubasi virus cacar monyet adalah lima hingga 13 hari, atau lima sampai 21 hari. Adapun periode masa inkubasi cacar monyet adalah sebagai berikut:
Pertama, masa invasi antara nol sampai lima hari muncul demam tinggi, sakit kepala yang berat, dan ada benjolan atau pembesaran kelenjar limfa di leher, di ketiak, atau selangkangan. Kedua, masa erupsi terjadi antara satu sampai tiga hari pasca demam, yang disertai munculnya ruam pada kulit, wajah, telapak tangan, kaki, mukosa, alat kelamin, dan selaput lendir mata.
Pada fase erupsi atau fase paling infeksius, terjadinya ruam atau lesi pada kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya. Lesi muncul secara bertahap, mulai dari bintik merah seperti cacar makulopapula, lepuh berisi cairan bening (blister), lepuh berisi nanah (pustule), yang mengeras atau keropeng lalu rontok.
"Itu (cacar monyet), tidak berat dan dia sembuh sendiri, setelah sampai di 28 hari setelah masa inkubasi selesai dia akan mengering dan mengelupas. Dan dia kembali sehat lagi, cuma masalahnya kalau dia usia lanjut dan punya komorbid harus hati-hati," ujar Syahril.
Syahril pun meminta, bagi mereka yang bergejala terutama pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) perlu melakukan pemeriksaan yang menyeluruh guna memastikan penyebabnya. "Iya (skiriningnya jika ada gejala) sama kalau ada riwayat dia dari Kongo ternyata dia ada panas, ada sakit kepala, kemudian ada benjolan harus diwaspadai. Dan itu belum menular dia, itu namanya masa invasi kemudian masa erupsi itu yang menular," kata Syahril.
Dalam mendeteksi dini cacar monyet, pemerintah juga telah menyiapkan dua laboratorium di antaranya Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB), serta Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof Sri Oemiyati, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Jakarta. Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk disiplin protokol kesehatan dengan menghindari kerumunan, mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, serta melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.