REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pengacara untuk Hak Asasi Manusia (KPHAM) dan Lembaga Kajian Demokrasi Public Virtue Research Institute mengkritisi belum maksimalnya tahap pra rekonstruksi atas peristiwa yang menurut kepolisian aksi tembak menembak antara Bharada E dan Brigadir J di rumah kediaman Kadivpropam non-aktif Ferdy Sambo.
Koordinator KPHAM Abusaid Pelu menyayangkan kepolisian yang tidak melakukan beberapa hal yang penting. Pertama, pra rekonstruksi suara tembakan. Kedua, pra rekonstruksi kehadiran polisi-polisi yang pertama kali memeriksa Tempat Kejadian Perkara (TKP). Padahal hal tersebut diperlukan untuk mengetahui kebenaran peristiwa dan wujud akuntabilitas kepolisian kepada masyarakat luas.
"Pra rekonstruksi suara tembakan itu penting untuk menguji benar tidaknya penembakan tersebut terjadi di rumah dinas Ferdy. Tembakan harus dilakukan dengan senjata dan peluru sama jenisnya. Apa benar ada tembakan di sana dan seberapa jauh tembakan yang katanya berjumlah 12 kali itu terdengar di lingkungan setempat," kata Abusaid dalam keterangan pers pada Ahad (24/7/2022).
Abusaid menekankan pentingnya langkah polisi saat pertama kali melakukan upaya pengamanan TKP. Pertanyaan seputar siapa yang hubungi polisi dan siapa penyidik pertama di TKP serta apa yang dilakukan saat olah TKP mesti mampu dijawab.
"Semua polisi yang datang pertama di lokasi kejadian harus diperiksa apakah sesuai Protap di TKP, apakah mendengarkan keterangan saksi saat itu. Harus ada foto-fotonya," ujar Abu.
Anggota KPHAM lainnya Muhammad Daud Berueh juga menyayangkan kepolisian tidak menghadirkan Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, dan tidak melibatkan pengacara Brigadir J. Padahal peran mereka penting untuk memastikan kredibilitas penyidikan.
"Jika tidak, itu sama dengan menunjukkan proses penyidikan tak berjalan transparan sepenuhnya," ucap Daud.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Public Virtue Miya Irawati mendesak adanya Rapat Dengar Pendapat di Komisi DPR RI dalam rangka fungsi pengawasan dan kontrol rakyat melalui wakil-wakilnya. Miya mengingatkan derasnya spekulasi masyarakat di media sosial atas kasus ini harus membuat polisi serius dalam bekerja.
"Kami mendesak jajaran Komisi III DPR RI untuk melakukan fungsi kontrol dan pengawasan demokratis atas kinerja kepolisian. Kasus ini terlalu mencolok di masyarakat," ucap Miya.